Bersama istri, dan anak menerima hadiah. |
Oleh : Syaiful Mustaqim
Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Kabupaten Jepara dalam dua tahun
ini mengalami peningkatan. Sebagaimana diberitakan lingkarjateng.id 28 Maret 2024 bahwa pada tahun ini nominal yang
diterima oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara sebesar Rp14.118.063.710.
Nominal tersebut naik dari tahun sebelumnya yakni Rp13.4 miliar.
Rincian
14 milar tersebut dengan rincian alokasi regular sebesar Rp12.918.353.00, dan Treasury Depocit Facility
Rp.1.119.710.710. Total anggaran tersebut kemudian diperuntukkan kepada
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Adapun untuk pembagian riilnya
dibagi menjadi tiga. Pertama, 50%
senilai Rp 7 miliar dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat, Kedua, 40 % dengan total 5,6 miliar
untuk kesehatan, dan sisanya 10% persen senilai Rp 1,4 miliar untuk penegakan
hukum.
Sampel
penggunaan anggaran untuk kesejahteraan masyarakat tahun 2024 ini Pemkab Jepara
menyerahkan bantaun langsung tunai (BLT) kepada 3.170 penerima. Mereka berasal
dari 45 pabrik rokok, dan petani tembakau dengan menerima dana sebesar Rp1.200.000
diberikan selama 4 bulan sehingga penerima memperoleh Rp300.000 setiap bulan.
Menurut
Pj. Bupati Jepara, Edy Supriyanta BLT tersebut harapannya bisa dimanfaatkan
untuk kesejahteraan masyarakat, dan hal-hal produktif yang lain misalnya untuk biaya
pendidikan, ditabung, dan tambahan modal usaha (Jatengprov.go.id, 24 September 2024).
Pemberdayaan
Masyarakat
Istilah
pemberdayaan masyarakat sebagaimana dikutip dari tulisan Dedeh Maryani dan Ruth
Roselin E. Nainggolan (2019: 8) berarti proses pembangunan yang membuat
masyarakat berinisiatif untuk memulai kegiatan sosial dalam memperbaiki situasi
dan kondisi diri sendiri. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini bisa dilakukan
lewat perseorangan, kelompok, maupun wadah tersendiri.
Untuk
mewujudkan pemberdayaan masyarakat perlu ditempuh dengan empat prinsip. Pertama, prinsip kesetaraan, artinya ada
kesetaraan kedudukan masyarakat dengan lembaga yang melakukan program
perberdayaan. Sehingga pelaksanaan program bisa dilaksanakan bisa terealisasi
dengan baik.
Kedua,
prinsip partisipasi. Jika program diadakan maka butuh keikutsertaan masyarakat
berpartisipasi langsung dengan program pemberdayaan masyarakat tersebut.
Ketiga, prinsip kemandirian yang berarti jika program pemberdayaan masyarakat
tanpa atau belum disupport oleh stake holder, atau pemerintah tetap berjalan
sebagaimana yang diharapkan atau dicita-citakan. Bisa dengan iuran (donasi). Yang
terakhir prinsip berkelanjutan berarti program pemberdayaan masyarakat
dirancang untuk terus-menerus dan tidak mandeg di tengah jalan. Dan, hasil
nyata dari pemberdayaan tersebut tidak lain untuk kesejahteraan masyakat.
Flyer pengumuman lomba penulisan artikel. |
Salah
satu contoh kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah Taman Bacaan Masyarakat
(TBM). Menurut Buku Pedoman
Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat (2006) TBM tempat atau wadah yang
didirikan oleh masyarakat dan pemerintah untuk memberikan akses pelayanan
bacaan kepada masyarakat sekitar sebagai sarana pembelajaran dalam rangka
meningkatkan tarap hidup masyarakat.
Saat
ini, definisi maupun ruang lingkup TBM semakin luas, tidak lagi hanya sebagai
akses pelayanan bahan bacaan saja tetapi sudah mengarah kepada penguatan
keterampilan (life skill) yang menjadi program yang bisa diikuti oleh
masyarakat secara gratis. Berdasar latar belakang tersebut, maka pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh TBM patut untuk mendapat manfaat dari DBHCHT.
Menurut penulis, ada beberapa alasan mengapa TBM perlu mendapat support dari
DBHCHT.
Pertama,
eksis dan memiliki komunitas. Bahwa TBM di Jepara sudah berjalan dengan program
yang beragam, dan juga memiliki komunitas yang resmi hingga di tingkat pusat.
Menurut informasi yang penulis peroleh dari Ketua FTBM Jepara saat ini yang
aktif berjumlah 35 yang tersebar di Jepara.
Kedua,
belum semua berbadan hukum. Masih menurut penjelasan dari Ketua FTBM Jepara
dari 35 jumlah TBM yang ada tidak semuanya berbadan hukum. Sehingga dengan
legalitas tersebut tidak semua TBM tidak bisa mengakses program baik di tingkat
lokal maupun nasional. Ketiga, ada program, minim pendanaan. Program-program
yang dimiliki TBM Jepara kaya dan beragam namun minim pendanaan. Sehingga misal
mau merencanakan program tetapi mandeg karena tidak adanya dana.
Untuk
itu, Pemkab Jepara perlu berkolaborasi dengan FTBM Jepara. Agar manfaat DBHCHT
bisa terealisasi dengan baik maka pertama, pengajuan program. Dalam pengajuan
anggaran tentu sudah dilengkapi dengan proposal beserta program yang akan
dijalankan.
Kedua,
monitoring. Pihak Pemkab selaku pemberi manfaat perlu melakukan monitoring ke
lapangan secara langsung TBM menjalankan programnya. Jika tidak bisa
dimonitoring secara keseluruhan bisa diambil sampel.
Ketiga,
laporan, dan tindak lanjut. Di akhir menjalankan program perlu untuk
menyampaikan laporan pertanggung jawaban sebagai bukti telah usai menjalankan
program. Berikutnya, jika kolaborasi antara Pemkab Jepara dan FTBM Jepara
berjalan dengan baik berarti perlu dilakukan berkelanjutan.
Akhir kata, ada nilai plus ketika Pemkab Jepara berkolaborasi selain TBM merupakan wadah untuk mencerdaskan bangsa melalui membaca, juga peningkatan life skill (keterampilan) dalam berbagai bidang. Jika kolaborasi ini dilaksanakan berkelanjutan maka menjadi ikhtiar menatap Indonesia emas 2024. Semoga! (*)
*) Tulisan ini memeroleh Juara III Lomba Penulisan Artikel "Gempur Rokok Ilegal Kabupaten Jepara Tahun 2024"
ConversionConversion EmoticonEmoticon