Puasa dan Gereja


Ramadhan tahun ini sahabat saya, seorang pendeta kristiani pembina Komisi Sekolah Minggu mengadakan Sekolah Perdamaian untuk Anak-anak Gereja. Info kegiatan ini saya dapatkan ketika mendaras facebook teman saya ini. Karena ingin menulis reportase kegiatan tersebut saya berkeinginan melakukan liputan ke gereja tersebut.

Agar bisa ketemu dengannya. Danang, namanya. Kita janjian. Di janjian awal kita belum bisa ketemu lantaran acara sudah selesai dan dia sudah pulang. Berikutnya saya langsung ke gereja. Syukur kita bisa ketemu.

Sampai di Geraja Injili Tanah Jawa (GITJ) yang beralamat di Jalan Pemuda No.10 Jepara saya sudah disuguhkan sebuah banner yang terpampang di depan gereja. Tulisan di banner tersebut GITJ mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa.

Di dalam saya ketemu dengan dia. Karena waktu itu kegiatan sekolah perdamaian masih berlangsung saya menunggu sejenak. Sembari mengamati kondisi gereja. Akhirnya kita bercakap-cakap.

Di tengah pembicaraan tiba-tiba seorang teman Danang menyuguhkan air mineral. Kemudian oleh pemberi air mempersilakan saya untuk meminumnya. Sontak Danang memberi tahu kalau saya berpuasa. Si pemberi minum mengambil kembali air mineral tersebut sembari meminta maaf.

Spirit Toleransi
Bagi saya semua agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lainnya ada yang moderat ada pula konservatif. Bagi yang moderat dalam bahasa agama non muslim kita menyebutnya Dzimmi, orang yang berbeda agama tetapi tidak memusuhi. Mereka malah bisa diajak saling berinteraksi untuk menebar perdamaian.

Spanduk yang di pasang di depan gereja bagi saya merupakan ikhtiar antar umar beragama menebar perdamaian. Sehingga tidak ada agama apa pun yang mengajarkan kekerasan. Jika ada seseorang atau kelompok yang mengatasnamakan “agama” tertentu dan menebar kekerasan bisa jadi salah pemahaman dalam memahami agama.

Berikutnya selama perbincangan meski ia tidak berpuasa namun tidak lantas minum, makan atau pun merokok. Ini juga bagian daripada menghargai orang yang berpuasa. Persoalan ada seorang temen yang menyuguhkan minuman itu hanya ketidaktahuan. Sebab dia tidak mengetahui saya sedang berpuasa. Kalo dia tahu saya berpuasa tidak mungkin untuk menyuguhkan sesuatu.

Sehingga dalam beragama kita mesti saling menghargai, saling berinteraksi untuk menebar perdamaian. Tidak ada agama pun yang menebar kebencian. Orang yang beragama dan menebar kebencian berarti ia belum sempurna dalam memahami agamanya. Dari gereja kita bisa belajar semangat toleransi. Selamat berpuasa! (Syaiful Mustaqim)
Previous
Next Post »