Tikraran Aqaid Seket Versus Penganan

Ilustrasi: Google
Sudah lama, hampir lupa tahun berapa? Saya mencari-cari siapa sebenarnya pengarang teks syiiran aqaid seket yang biasanya dikumandangkan usai shalat terawih 23 rekaat. Yang terawihnya 11 kayaknya ndak ada yang kayak ginian. Sebab ini khas pengusung madzhab Islam Nusantara.

Pernah dengerin ndak? Begini lho penggalan syiiran tersebut. Utawi sifat wajibe Allah iku rong puluh/ Wujud/ Qidam/ Baqa’/ Mukhalafah Lil Hawadisi …. Di syair berikutnya saya kadang merasa nyinyir bocah-bocah di kampung yang membikin plesetan sifat rong puluh menjadi patang doman menjadi nafsiyah, salbiyah, maane, maknawiyah. Padahal sesungguhnya maani maknawiyah.

Di langgar tempat saya terawih 23 rekaat sich ndak ada yang marah-marah dari kelompok tua. Tetapi saat melafalkan maani maknawiyah memang nada agak berbeda. Ne, maane (dibaca anak-anak) dan Ni, maani (bacaan remaja dan dewasa). Hal ini dibiarkan oleh kelompok tua karena saya meyakini kelak mereka akan melafalkan maani bukan maane lagi.

Kembali ke syiiran aqaid seket. Saya sudah menyambangi di berbagai tempat. Ingin mencari narasumber yang fasih bicara tentang syiiran ini tapi belum ketemu. Tetapi tidak hanya di Jepara saja. Di Kudus misalnya saya menemukan ada sebuah langgar yang sama-sama mendawamkan syiiran tersebut.

Di berbagai tempat yang kebetulan saya temui ada kesamaan kalimat per kalimat meski di daerah yang berbeda. Saya pun percaya jika pengarangnya satu orang. Zaman walikah? Atau Zaman ulama setelah era wali? Kalo anda tahu tentang syiirin bisa kok komen di bawah postingan ini.

Tentang niat anak-anak, remaja maupun dewasa yang mengikuti seremonial aqaid seket hingga kini saya belum melakukan riset kecil-kecilan. Apa karena ingin tikrar, mengingat-mengingat pelajaran aqidatul awam era madrasah diniyah atau sekedar mencari penganan usai terawih.

Saya khusnodzon saja meski anak-anak “niatnya” masih mencari penganan tetapi yang perlu diacungi jempol ialah si anonim—pengarang nadzam tersebut melaksanakan strategi kebudayaan. Sebelum menerima berkah dari upaya pendekatan diri kepada Tuhan di awali terlebih dulu dengan menikrar aqaid seket. Ini Illahiyah banget lho. Meski lafal-lafal ala Nusantara banget tetapi merupakan spirit untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq.

Baru setelah nadzam itu dikumandangkan secara serentak penganan baru dibagikan. Ini juga bagian dari sedekah. Saling memberi dan menerima. Take and give. Sehingga yang dipatut digarisbawahi ialah mendawamkan syiiran aqaid seket jelas-jelas agamis banget. (Syaiful Mustaqim)
Previous
Next Post »