Sketsa Taman Baca

Tiga tahun telah berlalu, taman baca yang berdiri atas inisiatif pemuda Karang Taruna itu kini telah dinikmati oleh warga. Meski awal mula berdirinya harus melalui proses perjuangan. Apalagi ide cemerlang dari Asyari itu banyak ditolak oleh sebagian teman. Tetapi ia sebagai ketua nekad untuk mendirikan sebuah bangunan dari bambu. Jadilah bangunan beralas bambu dengan atap esbes yang letaknya di depan persis rumah kakak kandungnya. Ternyata bangunan yang terdiri dari bambu, kayu dan esbes menelan biaya jutaan rupiah. Untung ada bantuan dari pemerintah desa, meski tidak seberapa nilainya bisa menyempurnakan bangunan seluas 4 x 6 meter itu.

Setelah itu, kami mengundang Petinggi, Perpustakaan Daerah serta tim KKN dari salah satu Universitas Negeri di Semarang yang kebetulan sedang melaksanakan tugas akademik untuk turut memeriahkannya. Meski peresmian itu terbilang dadakan, pihak Perpusda bersedia datang dan meresmikannya.

Peresmian berlangsung dengan meriah. Pemuda Karang Taruna, Tim KKN memberikan hiburan kepada hadirin berupa pembacaan puisi, musikalisasi puisi dan musik akustik. Semenjak itu, genderang menyemarakkan taman baca resmi dipukul.

Sayang sungguh sayang, usia taman baca di depan rumah kakak Asyari tidak berlangsung lama. Cuma enam bulan. Meskipun cuma setengah tahun, perjalanannya telah dilingkupi dengan berbagai kegiatan positif, utamanya untuk anak-anak di lingkungan setempat.

Dalam enam bulan kegiatan semisal lomba melukis, mewarnai, mengkliping, pentas musik, musikalisasi puisi dan teater telah dilaksanakan. Hal itu tidak lain untuk menghidupkan taman baca. Masyarakat seakan telah terbius oleh aroma positif kehadiran taman baca. Anak-anak kecil, remaja maupun dewasa tidak enggan lagi mengunjungi ruang yang serba gratis itu.

Enam bulan, buku yang ada sudah berjumlah 600 judul. Angka itu selain berasal dari bukuku, Asyari, teman-teman Karang Taruna dan masyarakat umum. Buku yang ada tidak lantas datang dengan sendirinya, melainkan kegigihan untuk promosi disetiap langkah kami.

Sebagai bagian dari promosi adalah merilis setiap kegiatan di koran lokal. Jika wartawan yang kami undang tidak datang, kami membikin rilis sendiri dan mengirimnya kepada wartawan yang bersangkutan. Rilis di koran merupakan bagian daripada eksistensi. Taman baca semakin dikenal oleh lapisan masyarakat luas. Sumbangan buku, konsultasi taman baca dari berbagai penjuru. Itu sudah biasa.

Selain promosi di koran lewat rilis kegiatan dan surat pembaca, kami juga promo lewat jejaring sosial Facebook serta melalui sms. Kemana pun kami pergi tak lupa kami mempromosikan taman baca agar mereka tertarik untuk menyumbangkan buku-bukunya.
                                                         * * *

Hijrah
Akhirnya, taman baca pindah. Hanya berjarak 200 meter dari taman baca yang semula. Untuk membangunnya juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karena belum memiliki pendanaan kami menanggungnya terlebih dahulu. Jika bantuan dari desa sudah keluar, uang itu untuk menggantinya.

Di lokasi taman baca yang baru, kegiatannya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan minat baca masyarakat terus dilakukan selain untuk tempat membaca. Jumlah buku yang ada juga semakin meningkat. Kini sekitar 1000 judul buku.

Apalagi kini ditambah dengan koran dinding. Pembaca tetap berdatangan setiap hari. Ada anak-anak, remaja hingga dewasa. Meski kami jarang menunggui taman baca karena dengan beberapa alasan semisal kesibukan dari masing-masing pengelola ternyata ruang itu masih selalu dibutuhkan oleh masyarakat yang ingin selalu belajar. (Syaiful Mustaqim)

Dipublikasikan : Seorang Nenek di Bawah Pohon Kasturi, 50 Kisah Nyata Penuh Inspirasi Indahnya Peduli Indahnya Berbagi, Oase Qalbu Publishing House, 2012.
Previous
Next Post »