Pelajar dan Racun Teknologi


Perkembangan teknologi yang maha-dahsyat membawa efek positif maupun negatif. Prosentasenya, nilai positifnya tidak sebanding dengan negatifnya. Pemanfaatan sarana teknologi untuk kebaikan tidak bisa sejalan dengan sarana keburukan (kemaksiatan). Sehingga, korban daripada kemajuan teknologi adalah kalangan terpelajar. Mereka berhasil dijajah oleh racun teknologi. Padahal pelajar, generasi muda saat ini, kelak yang akan menggantikan estafet kepemimpinan bangsa. 

Pelajar yang berhasil dijajah teknologi tentu akan lahir generasi yang rendah moralnya. Bayangkan saja! Pada setiap hari mereka selalu berbenturan dengan handphone (telepon genggam), internet, televisi maupun sarana teknologi lain. Tidak sedikit yang memanfaatkan fasilitas teknologi itu untuk hal-hal yang negatif. 

Semisal, siswa-siswi yang memiliki telepon genggam modern, banyak yang menyimpan film bokep di hapenya, pergi ke warnet yang awalnya mencari tugas sekolah alih-alih berganti untuk mengakses situs-situs porno. Di tambah, racun televisi yang jarang memutar tayangan edukatif. Tayangan TV yang tidak mendidik secara tidak langsung mengajari pelajar meniru apa yang di tontonnya mulai dari perbuatan asusila, tawuran, perkelahian maupun perbuatan-perbuatan negatif yang lain. 

Bagi pelajar, paham dengan teknologi tentu sah-sah saja tentu agar dikatakan remaja gagap teknologi (gaptek). Akan tetapi, jika penggunaannya untuk keperluan negatif itu yang kurang pas. Karenanya, sebagai siswa perlu sekali dibentengi dengan modal keagamaan yang kuat. Misal bergabung dengan IPNU-IPPNU, IRM, KPI maupun Rohis. Pelajaran moral agama yang telah diterima dari kelas maupun organisasi tidak hanya didengarkan saja melainkan perlu untuk di praktikkan. 

Selain itu, peran orang tua di rumah maupun pendidik di sekolah wajib mengontrol tindakannya anak didiknya. Orang tua tidak lantas lekas tanggung jawabnya setelah menanggung biaya sekolahnya. Begitu pun dengan guru tidak hanya berkutat para penyampaian materi an-sich lebih dari itu bertanggung jawab pula pada moralitas peserta didik. Merupakan poin penting, jika saja pelajar sadar bahwasanya setiap perbuatan negatif yang dikerjakannya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Tuhan tentu mereka sedikit demi sedikit akan berubah menjadi baik. (sm)
Previous
Next Post »