Mengubah Tren “Ponirah”

Ilustrasi : google

Saat ini, pelajar putri yang mengenakan pakaian muslimah sedang terkena virus “ponirah”. Beberapa siswi yang mengenakan jilbab secara tedeng aling-aling memperlihatkan sebagian rambutnya. Oleh mereka dengan memperlihatkan rambut laiknya poni tersebut dianggap sebagai tren. Imbasnya, siswi yang awal mulanya anggun dengan seragam muslimahnya sontak terlihat “mentel” ketika ikut-ikutan teman-temannya terjerat tren. 

Oleh pihak sekolah, tren negatif yang saat ini mulai menjalar kemana-kemana tersebut belum mendapatkan respon untuk ditindak siswi-siswi yang bersangkutan. Padahal, rambut itu laksana mahkota. Bagi kaum perempuan, rambut merupakan bagian daripada aurat yang mesti ditutupi. Apalagi ketika harus bertemu muka dengan siapapun (guru, teman laki-laki maupun orang di jalan) 

Selanjutnya, memperlihatkan sebagian rambut merupakan karakter siswi yang bersangkutan. Rata-rata pelajar putri yang terlanjur kesetrum tren “ponirah” merupakan karakter pribadi yang “mentel”. Apalagi aurat perempuan itu mengundang syahwat. Bagi lelaki yang memiliki libido seksual tinggi ketika menemui hal yang demikian maka akan menuai stimulus (rangsangan). Sehingga kaum adam berusaha menggoda mereka mulai mencolek, memegang-megang hingga kepada tindak seksual yang lain. 

Perlu Diubah
Karenanya, tren yang saat ini menjangkiti pelajar sekolah umum maupun madrasah itu perlu diubah. Tentunya agar tidak merembet kepada yang lain. Caranya dengan pembinaan spiritual berkala. Artinya, bukan hanya menjadi tugas guru agama, Waka kesiswaan maupun Bimbingan Konseling (BK) saja yang melakukan pembinaan. Lebih dari itu, semua elemen sekolah harus mampu memberikan pembinaan agar mereka mau berubah yakni dengan personal approach (pendekatan invividu) maupun hukuman edukatif. 

Kedua, peran penting orang tua. Guru di sekolah memiliki waktu yang terbatas untuk mendidik, mengontrol dan mengawasi. Sehingga orang tua di rumah jangan sampai acuh tak acuh jika melihat anaknya yang bertindak tidak wajar. Terakhir, pelajar putri yang dengan sengaja membuka auratnya itu diharapkan mulai sadar. Sebab, hal itu nantinya akan merugikan dirinya sendiri. 

Oleh karenanya, meski di dalam suci umat Islam, al-Quran telah di nash “hubussahawat minanisa', bahwasanya letak pemikat syahwat terdapat para kaum hawa sebenarnya bisa di minimalisasi yakni pelajar putri dalam berpakaian harus menunjukkan perempuan yang anggun dan tidak berdandan yang mengundang syahwat lelaki. Begitu! (sm)
Previous
Next Post »