Budayakan Menabung

Ilustrasi : kompas.com
SAAT masih SD dulu, penulis masih teringat program menabung yang diadakan sekolah. Adapun yang menangani adalah wali kelas. Saat pembagian raport, hasil tabungan juga dibagikan. Hingga kini, program tersebut ternyata masih dilaksanakan semisal Zaki Fuad Himawan, siswa kelas II Sekolah Dasar di kabupaten Jepara. Setiap hari, selain diberikan uang saku orang tuanya juga dikasih uang tabungan. Meski baru menginjak akhir semester gasal, hasilnya sudah mencapai angka jutaan rupiah.

Dengan memiliki uang tabungan, tahun ajaran berikutnya, siswa bisa membeli keperluan sekolah; buku, tas dan sepatu serta kebutuhan lain. Setidaknya, hal tersebut akan mengurangi beban orang tua untuk membiayai ongkos pendidikan anaknya.

Sayangnya, hal positif tersebut hanya dilaksanakan di SD, pada jenjang pendidikan berikutnya; SMP dan SMA kegiatan tersebut tiada lagi ditemukan. Tentunya, jika wali kelas tidak mampu menanganinya bisa diserahkan pengurus kelas, bendahara. Konsepnya sama seperti di SD, setiap peserta didik diberikan satu buku tabungan.

Karena usia remaja rentan dengan uang apalagi dengan nominal yang besar, wali kelas yang bersangkutan setiap waktu harus mengechek kondisi keuangan anak didiknya. Barangkali uang tersebut dipinjam, dicuri maupun disalahgunakan; bisa segera diantisipasi.

Dalihnya tentu bermacam-macam, siswa meminjam uang tabungan katanya untuk membayar SPP maupun LKS tetapi nyatanya untuk berfoya-foya; merokok, mengonsumsi obat terlarang hingga minuman keras. Saat ditagih agar dikembalikan, alasannya belum punya uang untuk mengembalikan. Nantinya, hal tersebut akan merepotkan bendahara kelas saat membagikan uang tabungan.

Oleh karenanya, perlu adanya kontrak khusus yang dituturkan wali kelas kepada anak-anaknya; semisal setiap siswa diwajibkan menabung berapa pun nominalnya maupun pelarangan meminjam uang tabungan. Dengan cara tersebut niscaya kondisi keuangan kelas dalam keadaan aman, terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Membudayakan menabung berarti mengajarkan prinsip hemat kepada peserta didik. Hemat bukanlah pelit. Tetapi uang saku yang diberikan orang tua, separo atau sepertiganya disisihkan untuk menabung sedangkan sisanya untuk jajan. Hasilnya, bisa digunakan siswa untuk keperluan pendidikan pada tahun ajaran berikutnya. (sm)
Previous
Next Post »