Niat Baik Kholik

www.idntimes.com
UNTUK menuju ke sekolah, Kholik dan ketiga temannya Amar, Zaki dan Ariel mesti ditempuh dengan jarak 800 meter. Keempat sekawan tersebut jika hendak ke sekolah cukup dengan jalan kaki. Sehingga, setiap hari kecuali Minggu dan hari libur nasional, pukul setengah tujuh tepat mereka sudah harus berangkat.

Senin pagi, pukul setengah tujuh, mereka sudah berkumpul di rumah Zaki. Seperti biasa Kholik, Amar dan Ariel sudah datang lima menit yang lalu. Sedangkan si gendut Amar belum juga datang. Namun mereka tak lantas meninggalnya. Sesuai dengan kesepakatan, setengah tujuh lebih sepuluh menit tidak muncul-muncul baru ditinggal.

Saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih tujuh menit, Amar sudah tiba meski dengan tergesa-gesa. Mereka sudah hadir semua. Setelah berpamitan dengan ibunda Zaki dan mencium tangannya, mereka berangkat.

Mereka melewati perkampungan, sungai, musholla, pondok pesantren. Sesekali transportasi zaman dulu dokar atau delman juga mereka jumpa walaupun jumlahnya tidak banyak. Begitu pula dengan transportasi ojek, kendaraan pribadi berupa mobil, sepeda motor dan sepeda onthel lewat di jalan tersebut.

Di jalan mereka bercakap-cakap satu dengan yang lain. Terkadang saling mengejek. Meski demikian, tidak pernah ada kata permusuhan dan dendam diantara mereka.

Tiba-tiba, dua ratus meter sebelum sampai sekolah, di pinggir sungai, Amar menemukan uang dua puluh ribu rupiah di jalan. Setelah diambil oleh Amar, dia berkeinginan menggunakan uang tersebut untuk jajan. Sementara Kholik, Zaki dan Ariel masih berpikir-berpikir.

“Ayo kita buat jajan saja uang ini! Kita bagi rata. Tiap orang mendapat lima ribu rupiah. Bagaimana? Setuju?” begitu usul Amar kepada teman yang lain. Usul Amar tidak disetujui Zaki dan Ariel. “Terus mau diapakan uang ini?” tanya Amar melanjutkan pembicaraan. Amar sebagai penemu uang masih ngotot untuk menggunakan uang tersebut tetapi yang lain masih berpikir-pikir ulang bagaimana baiknya.

Selang beberapa menit, Kholik yang sejak tadi terdiam akhirnya berbicara juga. “Bagaimana kalau uang yang ditemukan ini, kita serahkan kepada pihak sekolah. Biar nanti diumumkan guru selepas upacara bendera,” usul Kholik.

“Bagaimana, teman-teman setuju?” tanya Kholik kepada ketiga temannya.

Usul positif Kholik tidak diterima Amar. Si gendut masih tetap dengan pendiriannya. Kholik pun kemudian menjelaskan barang tersebut kepada teman yang lain, utamanya Amar. Lamban laun Zaki dan Ariel mulai menerima niat baik Kholik. Begitu pula Amar. Meski dengan agar terpaksa dirinya harus menerima keputusan tim. Agar persahabatan yang telah dimulai sejak kelas dua hingga lima ini tidak retak gara-gara masalah sepele.
***

Sampailah mereka di sekolah. Upacara bendera segera dimulai. Kholik menghadap Pak Rois, membicarakan benda temuan tersebut. Upacara hari Senin berjalan seperti biasa. Sebelum selesai, barang temuan tersebut diumumkam. Hasilnya, pemiliknya belum juga datang.

Cara tersebut dirasa belum berhasil. Empat sekawan melanjutkan misi, berembuk dengan guru. Akhirnya inisiatif mereka disepakati yakni menempelkan selebaran di tempat umum mulai masjid, mushola, sekolah maupun di tempat yang lain.

Sepulang sekolah empat sekawan yang diketuai Kholik dan dibantu teman yang lain menempelkan selebaran tersebut sesuai dengan tugas masing-masing. Adapun isi selebaran tersebut berbunyi, “barang siapa yang kehilangan uang puluhan di sekitar Jalan Kauman, segera menghubungi SD Negeri Margoyoso”.

Sehari, dua hari hingga seminggu belum ada pemilik uang tersebut. Padahal sesuai dengan tugas, mereka telah melaksanakan perintah guru sebaik-baiknya. Tetapi hasilnya memang masih nihil.
***

Tepat seminggu, Nur Kholis, pemilik tambal ban yang rumahnya cuma beda gang tetapi masih sekampung tiba-tiba datang. Bapak-bapak yang umurnya sudah menginjak lima tahunan tersebut menghadap bapak kepala sekolah. Ternyata, beliau yang kehilangan uang puluhan tersebut. Dengan didampingi kepala sekolah seluruh ciri-ciri barang hilang tersebut benar adanya.

Akhirnya, uang tersebut dikembalikan kepada yang bersangkutan. “Saya salut dengan kalian,” ungkap pak Kholis kepada empat sekawan. Sebagai ungkapan terima kasihnya, beliau memberikan uang seratus ribu rupiah kepada mereka. Ketua empat sekawan, Kholik menolaknya. Tetapi pak Kholis bersikeras memberikan pemberian tersebut. Diterimalah uang tersebut. Setelah berunding, uang tersebut disumbangkan sepenuhnya untuk dana sosial sekolah. (sm)
Previous
Next Post »