SELAMA setahun, MA Wahid Hasyim (Bangsri) berhasil menerbitkan enam kali majalah dinding (mading). Sekolah yang terletak di dekat terminal Bangsri, Jepara tersebut tidak mematok target tetapi lebih mementingkan kreativitas peserta didik yang bersangkutan. Kendalanya hanya pada molornya skedul penerbitan. Di lembaga lain, MA Darul Ulum (Purwogondo) penerbitan yang biasanya tertempel di dinding sementara ini belum berjalan. Sebab, menunggu kepengurusan baru.
Selain itu, rencana Achmad Sachowi, mantan ketua OSIS dan kawan-kawan untuk menerbitkan buletin El-Madu harus tertunda gara-gara belum mendapatkan restu dari punggawa almamater. Akibatnya inisiatif Achmad Sachowi cs semasa menjabat OSIS hanya tinggal ide serta imajinasi belaka. Padahal menurut pengakuannya rencana positif tersebut sudah dicetuskan dua tahun silam.
Sementara, di yayasan yang sama, MTs Darul Ulum (Purwogondo) mading yang biasanya terbit sebulan sekali kini vakum total. Sebelumnya, penerbitan yang digawangi Ani Rosita, pembina Jurnalistik pernah eksis selama beberapa tahun.
Dari ketiga contoh kondisi mading sekolah diatas, barangkali bisa disimpulkan bahwasanya perhatian sekolah terhadap mading belum sepenuhnya. Akibatnya, media yang semestinya merupakan salah satu wahana pengembangan bakat minat dalam bidang tulis-menulis menjadi sia-sia.
Mading (majalah dinding), penerbitan yang ditempelkan di dinding sekolah, biasanya ditempatkan di tempat strategis. Adapun pengelolanya sama dengan buletin maupun majalah sekolah. Bedanya, jika buletin dan majalah bisa dibawa kemana-mana namun mading untuk membacanya harus berdiam diri ditempat. Untuk rubrikasi tentunya sama saja lebih banyak mading yang dimiliki lebih banyak rubrik yang dikelola.
Dalam mengelola mading akan ditemukan berbagai kendala, diantaranya: pembaca mading. Karena media ini terletak di dinding sehingga tidak setiap siswa mau membacanya. Begitu pula dengan kesungguhan pengelola. Mading biasanya molor terbit gara-gara pengurusnya aktif diberbagai ekstrakurikuler akibatnya penerbitannya kian terbengkelai. Selanjutnya, adalah problema kemalasan siswa non-pengurus untuk mengirimkan karyanya. Perkara-perkara tersebut barangkali yang menjadikan mading menjadi vakum.
Optimalkan Mading
Mengoptimalkan mading sekolah bukanlah perkara yang susah asalkan ada kerjasama antara waka kesiswaan, OSIS, ekstrakulikuler Jurnalistik maupun dengan guru terkait (Bahasa, TIK dan lain-lain). Untuk mengoptimalkannya perlu ditempuh beberapa langkah. Pertama, skedul terbit. Pihak pengelola menarget waktu penerbitan; dwi mingguan, bulanan maupun dwi bulanan. Sehingga, pengelola bisa menentukan rapat redaksi, hunting, menulis, deadline dan masa penerbitan.
Kedua, proses menulis. Pengelola berkewajiban menuliskan hal-hal yang menjadi urusan keredaksian. Ada editorial (tajuk rencana) dan reportase (laporan). Selebihnya, diserahkan kepada seluruh siswa.
Agar maksimal, siswa yang telat ataupun tidak mengerjakan PR bisa ditugasi menulis sesuai kemampuan yang ia bisa. Dengan cara tersebut bank tulisan sudah dikantongi oleh redaksi. Pengelola juga perlu menempelkan pengumuman di kelas-kelas, kantin maupun di madding, isinya seruan untuk mengirimkan karya dalam bentuk apapun.
Ketiga, untuk menarik minat pembaca selain tampilan mading harus menarik, siswa yang karyanya dipublikasikan diberi penghargaan. Maupun perlu disisipi kuis-kuis berhadiah dan teka-teki silang (TTS) yang akan memikat peserta didik berbondong-bondong memadati area mading.
Keempat, menerbitkan bunga rampai. Mading yang telah terbit bisa dijadikan bunga rampai berupa buletin maupun majalah setahun sekali sampai dua kali terbitan. Karya yang masuk, pilihan yang diputuskan oleh redaksi bersama waka kesiswaan maupun guru terkait.
Sementara, untuk pendaan bisa memohon kepada orang tua siswa yang memiliki perusahaan dan berkenan menyumbangkan dananya. Maupun meminta sponsor dan iklan dari perusahaan yang ada di sekitar. Adapun, karya yang tidak masuk bunga rampai dijadikan kliping dan ditempatkan di perpustakaan sekolah maupun disimpan pengelola.
Yang terpenting, untuk mengoptimalkan mading, waka kesiswaan maupun guru terkait harus senantiasa pro-aktif agar siswa-siswi yang selalu diperhatikan mau eksis dalam berkarya. Apalagi, kegiatan ini merupakan ranah praktik. Praktik mata pelajaran Bahasa Indonesia, TIK, Seni Rupa dan sebagainya. Artinya, peserta didik hanya mengaplikasikan materi yang diterima di kelas. Oleh karenanya, dengan mengoptimalkan mading sekolah nantinya tidak ada lagi media dinding yang mangkrak maupun dibiarkan begitu saja. Semoga! (sm)
Selain itu, rencana Achmad Sachowi, mantan ketua OSIS dan kawan-kawan untuk menerbitkan buletin El-Madu harus tertunda gara-gara belum mendapatkan restu dari punggawa almamater. Akibatnya inisiatif Achmad Sachowi cs semasa menjabat OSIS hanya tinggal ide serta imajinasi belaka. Padahal menurut pengakuannya rencana positif tersebut sudah dicetuskan dua tahun silam.
Sementara, di yayasan yang sama, MTs Darul Ulum (Purwogondo) mading yang biasanya terbit sebulan sekali kini vakum total. Sebelumnya, penerbitan yang digawangi Ani Rosita, pembina Jurnalistik pernah eksis selama beberapa tahun.
Dari ketiga contoh kondisi mading sekolah diatas, barangkali bisa disimpulkan bahwasanya perhatian sekolah terhadap mading belum sepenuhnya. Akibatnya, media yang semestinya merupakan salah satu wahana pengembangan bakat minat dalam bidang tulis-menulis menjadi sia-sia.
Mading (majalah dinding), penerbitan yang ditempelkan di dinding sekolah, biasanya ditempatkan di tempat strategis. Adapun pengelolanya sama dengan buletin maupun majalah sekolah. Bedanya, jika buletin dan majalah bisa dibawa kemana-mana namun mading untuk membacanya harus berdiam diri ditempat. Untuk rubrikasi tentunya sama saja lebih banyak mading yang dimiliki lebih banyak rubrik yang dikelola.
Dalam mengelola mading akan ditemukan berbagai kendala, diantaranya: pembaca mading. Karena media ini terletak di dinding sehingga tidak setiap siswa mau membacanya. Begitu pula dengan kesungguhan pengelola. Mading biasanya molor terbit gara-gara pengurusnya aktif diberbagai ekstrakurikuler akibatnya penerbitannya kian terbengkelai. Selanjutnya, adalah problema kemalasan siswa non-pengurus untuk mengirimkan karyanya. Perkara-perkara tersebut barangkali yang menjadikan mading menjadi vakum.
Optimalkan Mading
Mengoptimalkan mading sekolah bukanlah perkara yang susah asalkan ada kerjasama antara waka kesiswaan, OSIS, ekstrakulikuler Jurnalistik maupun dengan guru terkait (Bahasa, TIK dan lain-lain). Untuk mengoptimalkannya perlu ditempuh beberapa langkah. Pertama, skedul terbit. Pihak pengelola menarget waktu penerbitan; dwi mingguan, bulanan maupun dwi bulanan. Sehingga, pengelola bisa menentukan rapat redaksi, hunting, menulis, deadline dan masa penerbitan.
Kedua, proses menulis. Pengelola berkewajiban menuliskan hal-hal yang menjadi urusan keredaksian. Ada editorial (tajuk rencana) dan reportase (laporan). Selebihnya, diserahkan kepada seluruh siswa.
Agar maksimal, siswa yang telat ataupun tidak mengerjakan PR bisa ditugasi menulis sesuai kemampuan yang ia bisa. Dengan cara tersebut bank tulisan sudah dikantongi oleh redaksi. Pengelola juga perlu menempelkan pengumuman di kelas-kelas, kantin maupun di madding, isinya seruan untuk mengirimkan karya dalam bentuk apapun.
Ketiga, untuk menarik minat pembaca selain tampilan mading harus menarik, siswa yang karyanya dipublikasikan diberi penghargaan. Maupun perlu disisipi kuis-kuis berhadiah dan teka-teki silang (TTS) yang akan memikat peserta didik berbondong-bondong memadati area mading.
Keempat, menerbitkan bunga rampai. Mading yang telah terbit bisa dijadikan bunga rampai berupa buletin maupun majalah setahun sekali sampai dua kali terbitan. Karya yang masuk, pilihan yang diputuskan oleh redaksi bersama waka kesiswaan maupun guru terkait.
Sementara, untuk pendaan bisa memohon kepada orang tua siswa yang memiliki perusahaan dan berkenan menyumbangkan dananya. Maupun meminta sponsor dan iklan dari perusahaan yang ada di sekitar. Adapun, karya yang tidak masuk bunga rampai dijadikan kliping dan ditempatkan di perpustakaan sekolah maupun disimpan pengelola.
Yang terpenting, untuk mengoptimalkan mading, waka kesiswaan maupun guru terkait harus senantiasa pro-aktif agar siswa-siswi yang selalu diperhatikan mau eksis dalam berkarya. Apalagi, kegiatan ini merupakan ranah praktik. Praktik mata pelajaran Bahasa Indonesia, TIK, Seni Rupa dan sebagainya. Artinya, peserta didik hanya mengaplikasikan materi yang diterima di kelas. Oleh karenanya, dengan mengoptimalkan mading sekolah nantinya tidak ada lagi media dinding yang mangkrak maupun dibiarkan begitu saja. Semoga! (sm)
7 komentar
Click here for komentarkeren, teruskan kawanku...
Reply@mtb: oke, makasih suportnya kawan....
ReplyArtikel: Optimalisasi Mading Sekolah
Replysangat bermanfaat sekali gan
@adagratis.com: makasih banyak om
ReplyMaaf..
ReplyNamun, mading MTs Darul Ulum Purwogondo tahun ini sudah mulai bangkit. Dan semoga dapat berkembang ditahun tahun berikutnya..
Al Fia R: oke! tulisan tersebut saya tulis tahun 2010 silam dengan narasumber Bu Ani Rosita.
ReplySemoga kedepan kegiatan jurnalistiknya semakin berkembang. Amiin
ConversionConversion EmoticonEmoticon