Asyiknya Bersepeda

https://bobo.grid.id
Pukul lima pagi, ibu telah membangunkanku. Karena semalam aku telah berpesan kepada beliau. Segera kutunaikan Shalat Subuh, aku berpamitan dengan ibu, ikut bersepeda bersama teman-teman. Ibu mengizinkan. Ku kayuh sepeda menuju rumah kak Nana, guru les privat. Jaraknya rumahnya hanya lima ratusan meter. Ternyata, teman-temanku Silfia, Nita, Indah dan Inayah sudah di kediaman kak Inayatul Arofah lima menit sebelum aku datang.

Minggu pagi ini terasa berbeda. Biasanya libur akhir pekan aku habiskan waktu untuk bermalas-malasan. Selain bangun telat, kegiatanku paling menonton televisi. Sampai-sampai ibu meminta bantuanku terkadang kubiarkan begitu saja. Sehingga, terkadang aku kena marah.

Semalam, selesai les, kak Nana berencana mengajak kami bersepeda. Permintaan itu akhirnya kami setujui. Sehingga, hari ini kali pertama kami bersepeda di minggu pagi. Kami mengayuh sepeda perlahan-lahan menyusuri jalan raya, tepi sungai dan pematang sawah.

Sesekali kak Nana mengingatkan kami agar hati-hati dalam bersepeda. Apalagi jalan yang kami lalui kerap dilalui truk, mobil dan sepeda motor yang melaju dengan kencang.

“Nida, Silfia, Nita, Indah, Inayah ayo jalannya satu-satu dan pelan-pelan!” begitu nasihat kak Nana kepada kami agar berhati-hati. Kami pun mengiyakan nasihat itu.

Pagi itu, kami bisa menikmati sejuknya udara pagi, indahnya pematang sawah dan pegunungan lereng Muria yang tampak dari tempat kami bersepeda. Tetapi tak terasa jarak beberapa kilo meter dari desa telah kami lalui. Lelah mulai terasa. Keringat pun telah bercucuran.

“Kak capek! Istirahat dulu yuuk!” ucap Silfia kepada kak Nana. Akhirnya kami berhenti sejenak di tanah kosong dekat pematang sawah. Inayah adalah teman satu-satunya yang membawa bekal dari rumah. Berupa minuman dan makanan kecil. Sementara, Silfia, Nita, Indah dan Dina lupa membawanya. Meski demikian, semangat persahabatan yang telah kami rekatkan kelas I hingga VI masih erat.

Akhirnya, bekal yang dibawa Inayah tersebut kami bagi secara rata, termasuk untuk kak Nana. Perut mulai terisi. Lelah dan keringat mulai hilang. Kak Nana mengajak kami bernyanyi.

“Disini senang disana senang dimana-mana hatiku senang,” kak Nana memulai bernyanyi. Kami mulai mengikutinya. Lagu tersebut kami ulang-ulang seraya bertepuk tangan sesuai dengan intonasi lagu.

Waktu telah menunjukkan pukul 07.00. Kak Nana mengajak kami pulang. Sebelumnya, dia berpesan agar setiap Minggu pagi bersepeda bersama-sama. Selain itu, sesampai dirumah, mau membantu pekerjaan orang tua meski sebentar.

Kami mengayuh sepeda menuju rumah. Sesampai dirumah kak Nana, kami berpamitan dengan mencium tangannya. Silfia, Nita, Indah, Inayah termasuk aku pulang menuju rumah masing-masing. Dijalan, aku teringat dengan pesan kak Nana agar mau membantu orang tua. Sampai rumah, kumasukkan sepeda ke tempat seperti biasa. Aku menuju dapur. Kulihat ibu sedang memasak. Aku pun membantu beliau sebisaku. Ibu pun tidak melarangnya.

Senin pagi, saat akan pergi ke sekolah ku berpamitan dengan ibu. Ku cium tangan beliau. Ternyata uang saku yang kuterima tidak seperti biasa. Beliau menambahi uang sakuku, seribu rupiah. Ku ucap salam, lalu aku pergi ke sekolah. (sm)
Previous
Next Post »