Menarik jika kita mengamati bangunan mini, beratap genting dan dilengkapi dengan kaca. Dalam kaca tersebut ditempel sebuah koran harian. Selama dua puluh empat jam nonstop selalu dikunjungi pembaca. Pasalnya, membaca di tempat itu sama sekali tidak dipungut biaya sepeser pun. Pembaca pun bebas membaca rubrikasi yang ia sukai.
Sementara untuk pengelola harus selalu menggantinya setiap hari. Sebelum orang datang membaca, pengelola terlebih dahulu mengganti bacaan yang dibaca hari itu juga. Itulah pemandangan dari sebuah bangunan koran dinding.
Koran dinding merupakan bangunan yang dikelola oleh lembaga maupun instansi pemerintahan. Biasanya terletak di pusat keramaian, pemerintahan, pasar, terminal, sekolah maupun kampus. Sesuai namanya bangunan tersebut berisi koran harian sebuah lembaga penerbitan.
Adapun bentuk bangunan adalah permanen. Tidak bisa dipindahkan satu tempat ke tempat yang lain. Sementara pengelola (orang yang mengganti koran) setiap hari harus terlebih dahulu sebelum orang datang membaca.
Sedangkan untuk pembaca memang berasal dari berbagai kalangan. Mulai pelajar, mahasiswa, guru, dosen, buruh dan tukang ojek. Setiap mereka akan memulai atau mengakhiri aktivitas diluangkan waktu sejenak untuk mampir ke area koran dinding. Barangkali, yang dibacanya pun hanya sekadarnya saja. Setelah itu, dilanjutkan dengan menuju ke tempat beraktivitas maupun pulang ke rumah masing-masing.
Dimana-mana keberadaan koran dinding yang berdiri kokoh di kota besar maupun kota sedang menjadi rujukan setiap kalangan untuk nimbrung meski hanya beberapa menit saja.
Indikasinya, kebutuhan masyarakat akan membaca menjadi perkara penting selain setiap hari harus kerja keras membanting tulang untuk meraih rupiah. Scanning (membaca cepat) sebuah koran harian bagi seseorang seolah-olah akan terbawa kepada warta suka, duka, berita dan peristiwa yang terjadi di negeri ini maupun di negeri seberang.
Maka peran lembaga dan instansi pemerintah dalam mengelola koran dinding merupakan wujud mencerdaskan kehidupan bangsa lewat membaca. Karena, hal itu merupakan ruang bacaan gratis yang diberikan untuk warga. Jika kebutuhan bacaan gratis di kota demikian sesungguhnya di kampung pun sama.
Kampung dan Koran Dinding
Kampung adalah miniatur terkecil dari lembaga kenegaraan. Didalamnya terdapat sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang petinggi. Petinggi dipilih atas pesta demokrasi yang dinamakan pemilihan petinggi (pilpet).
Sementara, keberadaan koran dinding merupakan penopang sumber bacaan warga. Tidak semua warga kampung yang terdiri dari kaum elit hingga kalangan alit bisa menikmati bacaan koran harian. Barangkali hanya orang yang bertitel “punya” saja yang bisa membaca koran.
Kalangan elit mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000-70.000 untuk langganan koran bukanlah perkara yang susah. Dengan duit yang ia keluarkan sudah bisa menikmati koran selama sebulan.
Bagi kalangan alit tentu memiliki pandangan berbeda. Pasalnya, mengeluarkan Rp. 3.000-4.000 merupakan uang yang cukup bernilai. Daripada mereka gunakan untuk membeli koran lebih baik digunakan untuk kabutuhan uang saku anaknya yang sekolah ataupun untuk kebutuhan mengganjal perut. Lagi pula untuk mendapatkan rupiah tentunya harus rela kerja keras membamting tulang.
Meski demikian, kebutuhan kampung akan tersedianya bacaan gratis sama besarnya dengan penduduk kota. Karena kampung memiliki penduduk yang beragam. Ada pelajar, mahasiswa, guru, dosen, buruh, tukang ojek, karyawan serta pengangguran.
Barangkali kampung memiliki nuansa yang berbeda. Keberadaan koran dinding di kampung akan menambah eksotika sebuah pedesaan. Selain jauh dari kebisingan. Anak-anak, remaja dan dewasa tentu akan nimbrung sejenak untuk ikut membaca. Semisal koran dinding “Praja Muda” yang kami rintis. Meski bangunannya tidaklah megah, hanya dibangun dengan bambu dengan atap welit (daun tebu) tetapi antusiasme masyarakat untuk membaca lumayan luar biasa.
Anak kecil, remaja dan dewasa yang memang demen dengan tim sepakbola kesayangannya meski harus jalan kaki, naik sepeda maupun naik motor rela untuk membaca judul, melihat gambar maupun melahap berita hingga tuntas.
Koran dinding “Praja Muda” barangkali tak pernah sepi. Karena, selain terletak di selatan bangunan taman baca juga terdapat bangunan warung, tukang tambal ban, tempat nongkrong anak muda. Gang tersebut juga merupakan jalan alternatif menuju lembaga pendidikan, tempat peribadatan, pasar dan pusat pemerintahan kecamatan. Sehingga, lalu lalang anak-anak, remaja dan dewasa kerap melewati jalan tersebut.
Oleh karenanya, pemerintah desa bekerjasama dengan sebuah koran harian mendirikan bangunan koran dinding dan dikelola oleh perangkat desa. Pun demikian dengan warga kampung yang punya kepedulian untuk menumbuhkembangkan minat baca warga. Dengan menghadirkan ruang bacaan gratis tersebut niscaya minat baca warga kampung untuk membaca semakin bertambah. Sebab membaca merupakan parameter tingkat pendidikan dan kemajuan bangsa. (sm)
Sementara untuk pengelola harus selalu menggantinya setiap hari. Sebelum orang datang membaca, pengelola terlebih dahulu mengganti bacaan yang dibaca hari itu juga. Itulah pemandangan dari sebuah bangunan koran dinding.
Koran dinding merupakan bangunan yang dikelola oleh lembaga maupun instansi pemerintahan. Biasanya terletak di pusat keramaian, pemerintahan, pasar, terminal, sekolah maupun kampus. Sesuai namanya bangunan tersebut berisi koran harian sebuah lembaga penerbitan.
Adapun bentuk bangunan adalah permanen. Tidak bisa dipindahkan satu tempat ke tempat yang lain. Sementara pengelola (orang yang mengganti koran) setiap hari harus terlebih dahulu sebelum orang datang membaca.
Sedangkan untuk pembaca memang berasal dari berbagai kalangan. Mulai pelajar, mahasiswa, guru, dosen, buruh dan tukang ojek. Setiap mereka akan memulai atau mengakhiri aktivitas diluangkan waktu sejenak untuk mampir ke area koran dinding. Barangkali, yang dibacanya pun hanya sekadarnya saja. Setelah itu, dilanjutkan dengan menuju ke tempat beraktivitas maupun pulang ke rumah masing-masing.
Dimana-mana keberadaan koran dinding yang berdiri kokoh di kota besar maupun kota sedang menjadi rujukan setiap kalangan untuk nimbrung meski hanya beberapa menit saja.
Indikasinya, kebutuhan masyarakat akan membaca menjadi perkara penting selain setiap hari harus kerja keras membanting tulang untuk meraih rupiah. Scanning (membaca cepat) sebuah koran harian bagi seseorang seolah-olah akan terbawa kepada warta suka, duka, berita dan peristiwa yang terjadi di negeri ini maupun di negeri seberang.
Maka peran lembaga dan instansi pemerintah dalam mengelola koran dinding merupakan wujud mencerdaskan kehidupan bangsa lewat membaca. Karena, hal itu merupakan ruang bacaan gratis yang diberikan untuk warga. Jika kebutuhan bacaan gratis di kota demikian sesungguhnya di kampung pun sama.
Kampung dan Koran Dinding
Kampung adalah miniatur terkecil dari lembaga kenegaraan. Didalamnya terdapat sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang petinggi. Petinggi dipilih atas pesta demokrasi yang dinamakan pemilihan petinggi (pilpet).
Sementara, keberadaan koran dinding merupakan penopang sumber bacaan warga. Tidak semua warga kampung yang terdiri dari kaum elit hingga kalangan alit bisa menikmati bacaan koran harian. Barangkali hanya orang yang bertitel “punya” saja yang bisa membaca koran.
Kalangan elit mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000-70.000 untuk langganan koran bukanlah perkara yang susah. Dengan duit yang ia keluarkan sudah bisa menikmati koran selama sebulan.
Bagi kalangan alit tentu memiliki pandangan berbeda. Pasalnya, mengeluarkan Rp. 3.000-4.000 merupakan uang yang cukup bernilai. Daripada mereka gunakan untuk membeli koran lebih baik digunakan untuk kabutuhan uang saku anaknya yang sekolah ataupun untuk kebutuhan mengganjal perut. Lagi pula untuk mendapatkan rupiah tentunya harus rela kerja keras membamting tulang.
Meski demikian, kebutuhan kampung akan tersedianya bacaan gratis sama besarnya dengan penduduk kota. Karena kampung memiliki penduduk yang beragam. Ada pelajar, mahasiswa, guru, dosen, buruh, tukang ojek, karyawan serta pengangguran.
Barangkali kampung memiliki nuansa yang berbeda. Keberadaan koran dinding di kampung akan menambah eksotika sebuah pedesaan. Selain jauh dari kebisingan. Anak-anak, remaja dan dewasa tentu akan nimbrung sejenak untuk ikut membaca. Semisal koran dinding “Praja Muda” yang kami rintis. Meski bangunannya tidaklah megah, hanya dibangun dengan bambu dengan atap welit (daun tebu) tetapi antusiasme masyarakat untuk membaca lumayan luar biasa.
Anak kecil, remaja dan dewasa yang memang demen dengan tim sepakbola kesayangannya meski harus jalan kaki, naik sepeda maupun naik motor rela untuk membaca judul, melihat gambar maupun melahap berita hingga tuntas.
Koran dinding “Praja Muda” barangkali tak pernah sepi. Karena, selain terletak di selatan bangunan taman baca juga terdapat bangunan warung, tukang tambal ban, tempat nongkrong anak muda. Gang tersebut juga merupakan jalan alternatif menuju lembaga pendidikan, tempat peribadatan, pasar dan pusat pemerintahan kecamatan. Sehingga, lalu lalang anak-anak, remaja dan dewasa kerap melewati jalan tersebut.
Oleh karenanya, pemerintah desa bekerjasama dengan sebuah koran harian mendirikan bangunan koran dinding dan dikelola oleh perangkat desa. Pun demikian dengan warga kampung yang punya kepedulian untuk menumbuhkembangkan minat baca warga. Dengan menghadirkan ruang bacaan gratis tersebut niscaya minat baca warga kampung untuk membaca semakin bertambah. Sebab membaca merupakan parameter tingkat pendidikan dan kemajuan bangsa. (sm)
ConversionConversion EmoticonEmoticon