Kalinyamatan dan Gagasan Wisata Religi

Gerbang Makam Citrosomo di Sendang, Jepara. (Foto: laduni.id)
Oleh Syaiful Mustaqim

Lima tahun terakhir, Kalinyamatan sebagai kecamatan penghubung jalan untuk menuju pusat kota Jepara maupun keluar kota: Kudus, Demak maupun Semarang menuai keramaian yang cukup signifikan. Tentunya keramaian itu nampak dalam pelbagai bidang; pendidikan, perekonomian, agama, sosial maupun budaya.

Bidang pendidikan. Terpenuhinya lembaga pendidikan mulai Play Group, Taman Kanak-kanak, SD, SMP/MTs dan SMA/MA. Juga, ada sejumlah bimbingan belajar dan tempat kursus semisal Jenggala Course serta Primagama. Selain itu, puluhan warung internet untuk penunjang pendidikan sudah mulai mengepung berbagai kampung.

Sementara itu, untuk perekonomian warga, desa Kriyan misalnya, masih menggantungkan diri sebagai perajin monel maupun pusat pengasapan ikan. Desa Sendang masih tetap eksis dengan sentra konveksi. Begitu pula dengan Pendo Sawalan sebagai pusat perajin kerudung mukena. Juga desa Margoyoso, pusat kemasan (kerajinan emas) dan Purwogondo untuk kerajinan Pande Besi. Pasar tradisional Kalinyamatan, beberapa mini market, distro maupun pertokoan turut meramaikan kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan Pecangaan, Mayong dan Welahan.

Untuk malam hari, pasar Kalinyamatan kian eksotis. Tepatnya depan pasar, berbagai aneka pakaian dijajakan. Begitu pula beragam kuliner yang bisa memanjakan syahwat mulut dan perut kita. Pujasera, pusat jajanan serba ada tersebut menjadi jujukan warga sekitar maupun daerah lain untuk menikmati aneka kuliner hingga larut malam.

Sedangkan untuk sisi religiusitas, Kalinyamatan tak perlu ditanyakan lagi. Sejumlah madrasah (diniyah-wustho dan ulya), pesantren salaf dengan dominasi modern hingga aktivitas keagamaan harian, mingguan maupun bulanan kerap dilaksanakan ormas NU maupun Muhammadiyyah. Religiusitas Kalinyamatan semakin tampak dengan megahnya bangunan masjid Baiturrohman Purwogondo dan Robayan serta masjid al-Ikhlas desa Kriyan.

Selain itu, setiap 15 Syakban (lima belas hari sebelum Ramadan tiba) masyarakat Kalinyamatan merayakan tradisi Bataran. Selepas maghrib, warga Muslim membaca surat Yasin tiga kali. Sehabis Isyak melakukan doa bersama dan bancakan nasi puli (makanan dari beras yang dicampur dengan zat pengenyal). Hal tersebut dilaksanakan di musholla, masjid maupun langgar. Di hari yang sama, ditradisikan Baratan (mengenang Ratu Kalinyamat) oleh Lembayung Production.

Adapula Maleman, tradisi yang telah mengakar sejak 1930. Maleman hampir sama dengan Dandangan (Kudus) dan Dugderan (Semarang). Bedanya, jika Dandangan dan Dugderan untuk menanti pengumuman pemerintah akan datangnya 1 Ramadan. Sementara Maleman, tradisi untuk menunggu pengumuman 1 Syawal dari pemerintah. Maleman biasanya diselenggarakan tanggal 15 Ramadan hingga malam takbiran. Beberapa pedagang lokal maupun tiban (Kudus, Semarang, Demak, Solo, Yogyakarta) memadati kawasan Maleman di desa Margoyoso dan Purwogondo.

Wisata Religi
Sebagai kecamatan yang terdiri dari dua belas desa (Margoyoso, Kriyan, Purwogondo, Banyu Putih, Sendang, Bakalan, Pendo Sawalan, Damarjati, Robayan, Bandung Rejo, Manyar Gading dan Batu Kali) yang mengedepankan ritus keagamaan semestinya Kalinyamatan memanfaatkan kawasan religi yang ada. Area religi yang penulis maksud adalah makam Tjitrosomo (Sendang), Yek Shodiq (Kriyan) dan Tumenggung Cendol (Margoyoso).

Makam Tjitrosomo di Sendang terdapat makam Bupati Jepara pada era kerajaan Mataram (1600-1742) hingga masa Kompeni dan Hindia Belanda (1742-1942). Adipati Tjitrosomo I (1705-1735) dan III (1738-1760) memerintah pada era Mataram. Sedangkan, Adipati Tjitrosomo IV (1760-1764), V (1764-1810), VI (1810-1825), VII (1835-1835) memerintah pada masa Kompeni dan Hindia Belanda. Ditambah dengan makam ayahanda dan ibunda RA Kartini, RMAA Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah.

Begitu pula dengan makam Tumenggung Cendol di Margoyoso. Beliau adalah Bupati Jepara yang memerintah era Kompeni dan Hindia Belanda tahun 1825-1828, tepatnya setelah kepemimpinan Adipati Tjitrosomo VI sebelum VII. Sementara Yek Sodiq yang makamnya di depan masjid at-Taqwa Kriyan bernama lengkap Habib Sodiq bin Abdul Qodir bin Zen Alaydrus. Beliau lahir di desa Pecangaan Kulon 1320 H/ 1920 M putra dari pasangan Abdul Qodir Bin Zen Alaydrus dan Syarifah Bin Alwi Alaydrus.

Desa Sendang, Kriyan dan Margoyoso layak dijadikan paket kawasan wisata apalagi ketiga kampung tersebut saling berdekatan. Oleh karenanya, pemerintah desa, kecamatan hingga kabupaten semestinya menjadikan paket wisata religi. Artinya, pengunjung lokal maupun luar daerah dalam satu waktu bisa berziarah langsung ketiga tempat. Khusus pengunjung luar daerah bisa memarkirkan kendaraannya didepan Pasar Kalinyamatan maupun depan makam Yek Shodiq.

Untuk menuju makam bisa dilakukan dengan jalan kaki. Setelah itu, peziarah bisa membawa oleh-oleh di kawasan makam Yek Sodiq maupun dari Pasar Kalinyamatan. Gagasan menjadikan Kalinyamatan sebagai wisata religi semoga direspon positif oleh pemerintah. Sehingga, Religiusitas Kalinyamatan semakin nampak dengan banyaknya peziarah yang mengunjungi makam-makam tersebut. (*)
Previous
Next Post »