
Oiya, berbicara Imlek maka tidak bisa dipisahkan dengan kelenteng. Kelenteng merupakan tempat peribadatan yang sangat disakralkan. Saking sakralnya, saat akan masuk tempat itu muka, tangan serta kaki harus disucikan terlebih dahulu. Orang awam pun tidak dibebaskan mengambil gambar (ceprat-cepret) di area kelenteng. Tetapi semuanya harus menghadap dulu meminta izin pada Bio Kong (penjaga kelenteng).
Masih seputar Kelenteng, di kabupaten Jepara provinsi Jawa Tengah terdapat kelenteng yang disebut-sebut sebagai kelenteng tertua di Nusantara ini. Tepatnya, di kecamatan Welahan terdapat dua kelenteng yang berdiri megah. Kelenteng itu dibangun oleh ahli pengobatan Tiongkok bernama Tan Siang Hoe bersama kakaknya Tan Siang Djie.
Pada tahun 1830 saat Gubernur Jendral Belanda, Johanes Graaf Van Bosch menguasai bangsa Indonesia datanglah seorang Tionghoa dari Tiongkok bernama Tan Siang Boe. Kepergiannya ke Asia Tenggara dalam rangka mencari saudara tuanya, Tan Siang Djie.
Dari Tiongkok, dalam satu perahu dia bertemu Tasugagu (Pendeta) yang telah merampungkan semedi di Pho To San (wilayah daratan Tiongkok), tempat dimana paduka Hian Thian Siang Tee melakukan ritual pertapaan. Dalam perjalanan tasu tiba-tiba jatuh sakit. Tan Siang Hoe merawatnya dengan bekal obat-obatan yang dibawanya. Dia pun menyembuhkan penyakit yang diderita tasu.
Sebagai rasa terima kasih atas kesembuhannya saat mendarat di Singapura, Tasu memberi tanda ungkapan terima kasih pada Tan Siang Boe berupa satu kantong berupa tas berisi barang-barang pusaka kuno Tiongkok terdiri dari: sehelai sien tjiang (kertas halus bergambar paduka Hian Thiam Siang Tee), sebilah po kiam (pedang Tiongkok), satu hio lauw (tempat abu) serta satu jilid tjioe hwat (buku pengobatan).
Tiba di Semarang, Tan Siang Boe menginap di rumah perkumpulan “Kong Kwan” dan memeroleh keterangan bahwa kakaknya berada di daerah Welahan kabupaten Jepara. Maka, dia bergegas menemui Tan Siang Djie di Welahan. Di Welahan dia bertemu saudara tuanya yang berkumpul di rumah keluarga Liem Tjoe Tien.
Dalam beberapa waktu pun, Tan Siang Boe menetap dengan kakaknya di Welahan. Suatu hari dia hendak bekerja ke daerah lain. Barang-barang pusaka kuno bawaannya dititipkan pada kakaknya. Mengingat keselamatan barang-barang itu, kakaknya, Tan Siang Djie berinisiatif menitipkannya pada pemilik rumah, Liem Tjoe Tien dan disimpannya diatas loteng rumah.
Tiba-tiba, setiap tanggal tiga, hari lahir “sha gwe” yakni hari Imlek Seng Tam Djiet dari Hian Thiam Siang Tee, keluarlah daya gaib dari barang-barang pusaka itu dengan mengeluarkan cahaya api. Sesekali juga muncullah ular naga dan kura-kura yang sangat menakjubkan.
Dengan kejadian itu dipanggilah Tan Siang Boe. Dia membuka dan memperlihatkan pada orang-orang seraya menjelaskan asal-muasal barang-barang itu dia dapatkan. Oleh penjelasannya, orang-orang seisi rumah mempercayai pusaka kuno itu adalah peninggalan dari Paduka Hian Thian Siang Tee.
Pada suatu hari, Lie Tjoe Tien mengalami sakit keras. Kemudian penyakitnya disembuhkan dengan kekuatan gaib dari pusaka-pusaka itu. Dari kejadian itu, dari obrolan mulut ke mulut sehingga pusaka itu makin tersohor, dihormati serta dipuja-puja bagi yang mempercayainya. Dan berlanjut hingga saat ini.
Satu-satunya benda pusaka Tiongkok pertama kali di Indonesia dibawa oleh Tan Siang Boe dan pusaka tersebut yang tersimpan di Welahan. Oleh karenanya, Kelenteng Hian Thian Siang Tee di Welahan adalah yang tertua di Indonesia. Kini, kelenteng Hian Thian Siang Tee bukan hanya dikunjungi keturunan Tionghoa saja melainkan penduduk pribumi berdatangan dari berbagai kota maupun provinsi. (Syaiful Mustaqim)
ConversionConversion EmoticonEmoticon