
Hajat nasional pendidikan bangsa kita, Ujian Nasional (UN) sudah diambang mata. Secara berurutan, UN 2010 akan dilaksanakan pada 22-26 Maret mendatang untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK. Disusul SMP/MTs dan SMPLB yang pelaksanaannya pada 29 Maret-1 April. Sementara itu, 4-6 Mei untuk tingkat SD/MI. Bagi mereka (siswa) yang belum menuai kelulusan, pemerintah masih memberikan dispensasi berupa ujian ulangan pada 10-14 Mei untuk SMA atau sederajat dan 17-20 Mei diperuntukkan bagi SMP sederajat (Republika, 13/1).
Jauh-jauh hari, seluruh elemen yang terkait UN sudah melakukan pelbagai persiapan. Misal, pemerintah melalui kementerian departemen pendidikan nasional telah menentukan standar nilai kelulusan UN. Standar nilai yang dipatok pun setiap tahun mengalami kenaikan. Konon, hal itu bertujuan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pendidikan kita agar tidak tertinggal dengan negara jiran (tetangga).Pihak sekolah tentu mewajibkan peserta didiknya mengikuti jadwal les tambahan mata pelajaran yang di-UN-kan. Pelajaran tambahan diberikan saat pagi hari, sebelum jam pertama atau setelah jam KBM (usai pulang sekolah). Sementara orang tua di rumah, apalagi yang berduit tak segan-segan memasukkan anaknya memasuki bimbingan belajar yang berkualitas. Perkara finansial boleh dikata menjadi nomor sekian yang terpenting anaknya mendapatkan bimbingan UN.
Sedangkan peserta didik, barangkali semakin stres ketika harus menaati tugas sekolah mengikuti les tambahan, berangkat ke bimbingan belajar atas anjuran orang tua. Belum lagi inisiatif belajar kelompok dengan teman satu sekolah ataupun dengan teman almamater sekolah lain. Sehingga, siswa yang akan mengikuti ujian tahun ini benar-benar harus belajar ekstra keras.Apa yang dilakukan di sekolah, orang tua, ataupun siswa hanyalah dalam rangka mencapai satu tujuan lulus. Sekolah di mana pun berada mesti mengharapkan siswanya menuai kelulusan 100 persen. Jika tidak, hal itu dianggap aib dan citra buruk bagi eksistensi sekolah. Imbasnya, tahun ajaran baru mendatang calon peserta didik akan mengalami kuota penurunan. Orang tua pun demikian. Mereka mesti menanggung malu.
Begitu pula dengan siswa, tatkala mengalami ketidaklulusan laku negatif, seperti frustasi, enggan bertemu teman-saudara dan orang tua (menyendiri), hingga mencoba untuk bunuh diri kerap kali dikerjakan. Akibatnya, menghalalkan pelbagai cara menjadi solusi utama.Tak jarang dijumpai bentuk kerjasama siswa satu dengan lain, kerja sama memberikan jawaban melalui ponsel, membuat (ringkasan-catatan-contekan) hingga membeli soal bocoran (jawaban) meski harus mengeluarkan nominal yang tidak sedikit jumlahnya. Jika demikian, pesan yang termaktub dalam UN sebagai penentu lulus tidaknya siswa ataupun upaya meningkatkan mutu pendidikan kita menjadi sirna, karena telah dinodai laku yang melenceng dari norma pendidikan.
Oleh karena itu. perlu ditanamkan semangat kejujuran dalam Ujian Nasional. Kejujuran dari siswa dalam mengerjakan ujian sesuai dengan kemampuan individu tanpa menyontek ataupun kerja sama dengan teman. Selain itu, juga kejujuran pendidik, dengan tidak menyarankan anak didiknya bekerja sama ataupun tidak membeli soal bocoran. Negara kita merindukan (kembali) generasi penerus bangsa yang mencintai kejujuran. Begitu.
ConversionConversion EmoticonEmoticon