
KAPOLRES Kudus dalam setiap bulan memberikan bukti pelanggaran (tilang) kepada ratusan pelajar. Jumlah tersebut bisa saja meningkat saat petugas menyelenggarakan operasi khusus. Para pelajar yang mendominasi pelanggaran lalu lintas tersebut selain tidak mempunyai surat-surat berkendara, kendaraan mereka pun dengan perlengkapan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada (SM, 12/5).
Padahal saat aparatur Kapolres Kudus menjadi inspektur upacara di sekolah-sekolah, pembinaan untuk tertib berlalu lintas selalu disampaikan, akan tetapi hasilnya pun masih nihil. Apalagi, didalam ekstrakulikuler Patroli Keamanan Sekolah (PKS) jelas-jelas sudah diajarkan siswa tertib berlalu lintas, selain materi lain tentang lalu lintas. Nyatanya, hasilnya juga belum maksimal.
Barangkali, bukan hanya di kota Kretek, di semenanjung lereng Muria, di kawasan Pantura atau kota-kota di pelosok Nusantara ini pendidikan sadar berlalu lintas belum mendapatkan tempat yang layak. Artinya, pendidikan berlalu lintas belum menjadi perhatian khusus dan dipraktikkan dalam lingkup dunia pendidikan.
Hal ini tentu berbeda dari negara Jenewa. Korp Polisi Jenewa beberapa waktu lalu mengadakan 39ème Finale Scolaire Genevoise D'education Routiere (Final Pendidikan Lalu Lintas untuk siswa sekolah dasar se-Jenewa ke-39) (www.tinasutriesno.multiply.com). Kegiatan ini dilakukan untuk mengajarkan pendidikan sadar berlalu lintas bagi anak seusia SD. Hasilnya pun mengagumkan, meski masih dibangku sekolah dasar toh kesadaran mereka dalam berlalu lintas tidak diragukan lagi.
Semestinya bangsa ini malu kepada Jenewa atau mau belajar pada aktivitas yang telah dilakukan oleh Korp Polisi Jenewa. Sebab, pendidikan sadar berlalu lintas di negeri ini masih sekadar pehamaman teoritis saja. Sehingga, ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh lembaga pendidikan. Pertama, sosialisasi pentingnya pendidikan sadar berlalu lintas. Hal ini bisa ditempuh bekerjasama dengan aparat kepolisian. Setelah sosialisiasi, perlu dilaksanakan aplikasi (penerapan).
Sosialisasi yang diterima dipraktikkan dengan menggelar operasi di sekolah. Setidaknya dalam sepekan sekali lembaga pendidikan menggelar hari tertib berlalu lintas. Kedua, guru harus mengawali. Bukan hanya sekadar memerintah, akan tetapi kelengkapan berlalu lintas guru dilakukan untuk memberikan tauladan bagi peserta didik. SIM, STNK, helm standar, spion dua juga harus dilengkapi oleh seorang pendidik.
Ketiga, pemberikan sangsi edukatif. Jika, siswa melanggar, maka hukumannya berupa sangsi edukatif. Pemberian hukuman edukatif ditempuh agar anak tidak melakukannya lagi untuk kesekian kali. Pendidikan sadar berlalu lintas perlu dilakukan di setiap lembaga pendidikan di seluruh pelosok negeri ini. Meski dilakukan bukan untuk meraih sebuah “nilai” A, B, dan seterusnya. Dengan membumikan pendidikan sadar berlalu lintas nantinya, kita tidak akan malu lagi dengan negara Jenewa. Begitu. (Syaiful Mustaqim)
ConversionConversion EmoticonEmoticon