
SAYA tertegun ketika melihat dua sejoli berselancar di dunia maya. Ulah mereka memang sangat tidak wajar. Entah karena telah sukses mendownload film biru (sebutan untuk blue film) secara reflek mereka memperagakan adegan tersebut, yakni sesuai adegan yang mereka tonton.
Kissing (agedan berciuman) dilakukan secara berulang-ulang tanpa ada rasa malu ketika ada orang yang melihat di sekitarnya. Tak hanya itu, aktivitas meraba-raba alat kelamin juga dikerjakan oleh si lelaki. Sedangkan, si perempuan hanya mengamini atau mengiyakan seakan-akan mereka telah melakukan hubungan suami-istri yang sah.
Anehnya, mereka masih sangat belia dan masih duduk dibangku SMA. Ironisnya lagi, perempuan itu berbusana lengan panjang serta mengenakan jilbab. Sungguh sangat ironis. Dulunya, perempuan berjilbab asumsinya seseorang atau sekelompok yang akan belajar dengan pak ustadz di langgar, musholla, ataupun pesantren. Bisa ditebak, perilaku mereka menuju ke arah yang potisif, setidaknya belajar agama kepada ahli yang berkompeten.
Sekarang, jilbab telah dinodai oleh pelakunya sendiri (perempuan). Sebaliknya, asumsi perempuan berjilbab semakin miring menuju ke arah yang lebih negatif. Sehingga, perempuan berjilbab belum tentu perilakunya seperti busana yang dikenakannya.
Apalagi, ketika teringat kasus beberapa tahun yang lalu seorang mahasiswi di salah perguruan tinggi agama di kota Atlas yang kepergok mesum dengan lawan jenis di area masjid yang lokasinya tak jauh dari kampus. Itulah sebabnya, Saifur Rohman, dosen Universitas Semarang dan wartawan di salah satu media lokal saat mengisi diskusi perguruan tinggi agama tersebut melihat aneh perempuan yang mengenakan jilbab.
Menurutnya, perempuan yang berjilbab tak ubahnya perempuan yang telanjang. Sebab, menanggapi kasus pemakaian jilbab yang tak sesuai dengan asal mula pemakaiannya sebagai penutup aurat. Bukankah jika telah menutup aurat tindakan asusila seharusnya tidak diperbuat?
Maka, tak salah jika Sholichul Hadi telah menuliskan buku berjudul “Atas Kerudung Bawah Warung.” Dalam bukunya Hadi secara tegas menuliskan ulah perempuan yang memakai jilbab akan tetapi pakaiannya seksi dan cenderung pamer aurat.
Sedangkan, warung lanjutnya tempat untuk menjual aneka ragam keperluan orang jadi siapapun boleh nongkrong atau sekadar mampir menikmati hidangan yang dijual atau yang disuguhkan.
Asumsi jilbab (kerudung) yang dipakai oleh perempuan hingga kini masih cenderung kearah yang negatif. Hal ini tentu akibat si pemakainya sendiri, meski tidak semua perempuan tidak seperti itu. Nah, perempuan berjilbab diasumsikan ke arah negatif atau positif itu semua kembali kepada di pemakai. Begitu. (Syaiful Mustaqim)
ConversionConversion EmoticonEmoticon