
Demikian yang menjadi keprihatian trio pelajar asal SMAN 1 Tegal. Adalah Gilang Satria Perdana, Robita Ika Annisa dan Rizki Aulia Cahyantari berhasil meyakinkan dewan juri, sehingga karya ilmiah mereka yang berjudul “Globalisasi Bahasa Tegal: Sebuah Kajian Sosiolinguistik terhadap Bahasa Tegal” berhasil memenangi lomba karya tulis ilmiah yang diselenggarakan di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Minggu (16/11) lalu.
Menurut mereka bahasa Tegal bukanlah bahasa yang kasar. Akan tetapi dengan terus melajunya era globalisasi, mereka berharap agar logat ngapak merupakan alat komunikasi yang memiliki ciri khas dialek yang unik (Kompas, 25/11/2008).
Sehingga tidak benar adanya jika logat Tegal dikatakan bahasa yang kasar. Yang terjadi kemudian, orang non-Tegal bisa saja menganggap bahasa yang mereka gunakan setiap hari, kasar dan lucu, sedangkan orang Tegal mengganggap bahasa yang digunakan memang seperti itu adanya.
Begitu sebaliknya, barangkali orang Tegal mengganggap bahasa yang mereka dengarkan selain bahasa mereka, dianggap bahasa yang kasar dan lucu, padahal si pengguna bahasa sama sekali tidak menganggapnya demikian.
Semisal di sebuah daerah yang terdiri dari berbagai desa, penggunaan kosakata kadangkala terdapat perbedaan, apalagi bahasa di lain daerah, sudah barang tentu terdapat berbagai banyak perbedaan. Disinilah letaknya bahwa bahasa memang memiliki keunikan-keunikan tersendiri.
Hal itu senada dengan teori linguistik yang dikatakan oleh BW Aginsky dan EG Agensky dalam artikelnya “The Importance of Language Universals”, bahwa tidak ada sebuah bahasa yang primitif, kasar dan rusak. Oleh karenanya setiap bahasa mempunyai derajat dan keunikan masing-masing.
Dengan demikian, menurut hemat penulis jika dikatakan bahasa Tegal adalah bahasa yang primitif ataupun kasar sangatlah tidak benar adanya, melainkan bahasa ngapak yang sering digunakan itulah yang menurut saya memiliki keunikan. Sehingga tidak hanya bahasa Tegal an-sich yang memiliki keunikan, namun semua bahasa daerah di negeri ini pun memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda.
Bhinneka Tunggal Ika: berbeda-beda namun tetap satu jua. Semboyan tersebut patut kita pegang erat-erat. Apapun jenis bahasanya, tidak ada alasan untuk menghina ataupun meremehkan bahasa orang lain. Akan tetapi dengan multibahasa daerah, kita tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). [Syaiful Mustaqim]
ConversionConversion EmoticonEmoticon