Idul Adha dan Kata Mutiara

TAK seperti Idul Fitri sebelumnya, Idul Adha kali ini sepi dengan kata-kata mutiara. Tahun ini pelaksanaan hari raya kedua bagi umat Islam ini dilaksanakan bersama-sama. Organisasi sosial keagamaan sekaliber NU dan Muhammadiyah merayakannya di hari yang tidak berbeda, yakni (08/12). Berbeda dengan Jama’ah Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah di Jombang, Jawa Timur yang memperingatinya pada H+1 pada (09/12). Perbedaan hari raya tak lagi menjadi problem yang rumit akan tetapi semua organisasi keagamaan bisa menerima hal itu.

Idul Qurban kali ini memang sepi dari kata-kata mutiara. Hal itulah yang penulis alami. Pasalnya, Idul Fitri lalu saya menerima sms hingga ratusan lebih. Pesan singkat tersebut datang dari berbagai elemen, mulai pejabat, wartawan/ jurnalis, teman sebaya, hingga teman se-kampung. Rata-rata substansinya memang beragam namun maksud yang termaktub tidaklah beda, upaya saling maaf-memaafkan sesama hamba, kembali kepada fitrah (kesucian).

Pada malam takbiran penulis hanya menerima beberapa sms, isinya pun belum mengena, berupa ucapan selamat Idul Adha dan sebuah harapan yang laiknya diungkapkan para peringatan tahun baru.

Semestinya momentum hari raya yang diperingati setiap 10 Dzulhijjah ini dimanfaatkan dengan berkirim pesan kepada kerabat. Sebab, menurut hemat penulis Idul Adha 1429 H ini merupakan upaya untuk melakukan interospeksi akbar, muhasabah terhadap diri sendiri maupun untuk negeri ini.

Spirit pengorbanan Nabi Ibrahim as tatkala akan menyembelih anaknya Ismail as perlu dikontekkan dalam kondisi kekinian. Pelbagai bencana yang tak kunjung henti di republik ini perlu disikapi dengan sikap rela berkorban, seperti yang telah dicontohkan oleh Ibrahim as.

Banjir yang melanda Samarinda, Kalimantan Timur dan Palembang, Sumatera Selatan yang menelan kerugian puluhan milyar rupiah, begitu juga angin puting beliung yang memporakporandakan rumah warga di Purwakarta, Jawa barat tak bisa dihitung lagi nominal kerugiannya. Apalagi korban keganasan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur yang masih menyisakan kepedihan warga, tentunya perlu dicermati untuk menggiatkan semangat rela berkorban.

Nah, Idul Adha mendatang semestinya laiknya Idul Fitri yang kaya kata mutiara. Pesan singkat melalui ponsel tidak hanya disemarakkan tatkala merayakan hari kemenangan saja. Lebih dari itu saat merayakan hari raya yang sesuai kisah teladan Ibrahim as seharusnya juga demikian. Kata-kata mutiara bisa meluluhlantakkan hati si pembaca, sehingga di bumi pertiwi ini dipenuhi lautan generasi yang rela berkorban untuk meringankan beban bagi yang membutuhkan. Semoga!
[Syaiful Mustaqim]
Previous
Next Post »