5 Pengalaman Unik Jadi Narasumber di MA Qudsiyah Kudus

Saat menyampaikan materi kepada peserta. (dok. panitia)

Menjadi narasumber pelatihan menulis di madrasah/ sekolah, pesantren, perguruan tinggi, dan organisasi sosial kemasyarakatan bagi saya memiliki pengalaman-pengalaman yang berbeda, unik, dan mengesankan. Satu tempat dengan tempat yang lain pengalamannya jelas berbeda. Jika pengalaman itu dibagikan kepada pembaca tentu akan membawa inspirasi tersendiri. 


Belum lama ini saya diundang Persatuan Pelajar Qudisyah (PPJ) MA Qudsiyah Kudus untuk menjadi narasumber Training Jurnalistik. Berikut ini saya sajikan beberapa pengalaman mengesankan ketika mengisi materi di madrasah yang lokasinya di Kauman Kerjasan Kudus tersebut. 


Menerima cenderamata dari panitia. (dok. panitia)


1. Disambut Hangat 

Saat hadir di lokasi acara, salah satu pesantren milik dewan asatid MA Qudsiyah saya sudah disambut para santri yang sudah stand by di depan pesantren. Mereka ada yang bertugas memotret, menyalami, dan mengajak masuk ke ruangan. Di dalam ruangan selain diberi hidangan juga didampingi santri untuk bercakap-cakap.  


2. Tradisi Cium Tangan

Bagi seorang santri tradisi cium tangan kepada guru, kiai, maupun dengan sesepuh merupakan salah satu etika yang dilestarikan oleh santri di pesantren, madrasah, maupun sekolah yang berbasis agama. Tradisi ini tidak hanya dilestarikan santri MA Qudsiyah saja tetapi santri di seluruh nusantara. 

 

3. Peserta Antusias Menyimak

Saat jadi pemateri Training Pers dan Jurnalistik saya membuat materi Berkenalan dengan Jurnalistik. Sesuai dengan pengamatan saya, mereka antusias menyimak materi yang saya sampaikan sekitar 1 jaman. 

 

Santri aktif bertanya. (dok. panitia)


4. Santri Aktif Bertanya

15 menit sebelum saya selesai menjadi pemateri, ada 5 santri yang bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka sampaikan apik-apik. Saat bertanya tidak ada rasa grogi, sudah pede, seperti sudah terbiasa bertanya di forum-forum yang serupa.  


5. Lokasi Pelatihan, Tidak Mudah Dihafal 

Untuk menuju ke madrasah ke Qudsiyah memang ada penunjuk arahnya. Tetapi sampai di sana saya harus minta bantuan kepada santri untuk mengantarkan. Pada saat pulang saya juga meminta santri untuk mengantarkan menuju ke jalan raya, sebab saya tidak hafal gang-gang kecil di kawasan Menara Kudus. (Syaiful Mustaqim)

Previous
Next Post »