Ilustrasi diambil dari web harakatuna.com. |
Menulis menurut situs Wikipedia berarti suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Dengan definisi yang penulis unduh dari situs yang betagline ensiklopedia bebas ini menunjukkan bahwa setiap insan bisa menuangkan uneg-unegnya melalui bentuk tulisan.
Di zaman teknologi seperti sekarang ini, salah satu media sosial yang banyak diakses adalah facebook (FB). FB bisa menjadi sarana untuk berlatih menulis. Kita bisa menulis menuangkan uneg-uneg yang bertebaran di otak untuk kemudian dishare.
Hal itu tentu menjadi perkara yang lebih baik, menjadi penulis berbasis catatan di facebook daripada hanya sekadar mengeshare informasi atau tulisan yang beredar di media sosial namun belum tentu benar informasinya alias hoaks.
Di zaman teknologi seperti sekarang ini, salah satu media sosial yang banyak diakses adalah facebook (FB). FB bisa menjadi sarana untuk berlatih menulis. Kita bisa menulis menuangkan uneg-uneg yang bertebaran di otak untuk kemudian dishare.
Hal itu tentu menjadi perkara yang lebih baik, menjadi penulis berbasis catatan di facebook daripada hanya sekadar mengeshare informasi atau tulisan yang beredar di media sosial namun belum tentu benar informasinya alias hoaks.
Konsistensi Menulis
Menulis membutuhkan latihan rutin. Seorang penulis pemula yang tidak punya nasab (keturunan) penulis sekali pun jika yang bersangkutan kerap latihan maka lambat laun kualitas tulisannya semakin berkualitas.
Direktur NU Online, Savic Ali saat hadir di Kampus Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa menulis ibarat seseorang yang berenang. Orang yang berenang apalagi dia masih tahap belajar butuh latihan berkali-kali. Menulis juga demikian. Butuh latihan yang terus-menerus, konsistensi dan istiqamah.
Analogi berenang tentu hampir sama dengan seorang anak kecil yang baru latihan menaiki sepeda. Sebelum lihai, anak kecil yang baru belajar nyepeda (naik sepeda) perlu ditambah dengan roda 2 di belakang untuk mempermudah berlatih. Jika sudah lanyah 2 roda kecil yang ada di belakang diambil kemudian berlatih naik sepeda tanpa bantuan dua roda mungil.
Jatuh, gagal, dan tak kunjung bisa menjadi sejumlah hal rintangan anak kecil belajar bersepeda. Sehari, dua, sepekan dan sebulan jika sudah melampaui hal-hal yang menjadi sejumlah rintangan akan menjadi lihai dengan sendirinya.
Menulis membutuhkan latihan rutin. Seorang penulis pemula yang tidak punya nasab (keturunan) penulis sekali pun jika yang bersangkutan kerap latihan maka lambat laun kualitas tulisannya semakin berkualitas.
Direktur NU Online, Savic Ali saat hadir di Kampus Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa menulis ibarat seseorang yang berenang. Orang yang berenang apalagi dia masih tahap belajar butuh latihan berkali-kali. Menulis juga demikian. Butuh latihan yang terus-menerus, konsistensi dan istiqamah.
Analogi berenang tentu hampir sama dengan seorang anak kecil yang baru latihan menaiki sepeda. Sebelum lihai, anak kecil yang baru belajar nyepeda (naik sepeda) perlu ditambah dengan roda 2 di belakang untuk mempermudah berlatih. Jika sudah lanyah 2 roda kecil yang ada di belakang diambil kemudian berlatih naik sepeda tanpa bantuan dua roda mungil.
Jatuh, gagal, dan tak kunjung bisa menjadi sejumlah hal rintangan anak kecil belajar bersepeda. Sehari, dua, sepekan dan sebulan jika sudah melampaui hal-hal yang menjadi sejumlah rintangan akan menjadi lihai dengan sendirinya.
Ruang Belajar Menulis
Penulis mempunyai seorang sahabat yang pada saat masih sekolah di Madrasah Aliyah (MA) aktif dalam kegiatan jurnalistik di madrasahnya. Setelah lulus Aliyah dan melanjutkan kuliah di kampus tempat dia menuntut ilmu aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Saat ini sahabat penulis meski belum lulus kuliahnya sudah bekerja di media cetak sebagai wartawan.
Dari misal itu, penulis menekankan bahwa penulis yang baru memulai menggeluti bakatnya perlu bergabung pada ruang belajar menulis baik online maupun offline. Di jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi (PT) saat ini sepengetahuan penulis sudah banyak kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan jurnalistik.
Melalui aktif kegiatan jurnalistik di sekolah maupun perguruan tinggi merupakan kawah candradimuka untuk belajar menulis. Selain di jenjang formal melalui bangku sekolah, saat ini juga banyak ditemui di daerah-daerah komunitas, klub, akademi menulis. Tujuan dibentuknya kelompok-kelompok creative minority itu tidak lain untuk menggerakkan tradisi literasi di kalangan pemula maupun generasi muda.
Selain belajar via offline, kini juga terdapat belajar menulis via online. Ada yang berbayar ada pula yang gratis. Melalui ruang-ruang belajar itu segala ilmu disampaikan oleh tutor, pemateri, fasilitator, narasumber perlu diterima semua materi tentang ragam jenis tulisan.
Pasca itu, penulis memilih ragam tulisan yang ditekuninya. Jika ingin menjadi sastrawan maka materi-materi sastra puisi, cerpen, esai budaya dipahami betul. Hendak menjadi jurnalis materi-materi reportase, penulisan berita straight hingga indepth juga patut dipahami. Menjadi penulis lepas banyak ragam tulisan yang kudu mesti dipahami.
Portal Harakatuna yang bertagline Merawat Ideologi Bangsa juga merupakan ruang untuk berlatih, belajar menulis. Sebab di website ini redaksi menerima kiriman dari penulis berupa opini (perspektif, literasi, opini, dan azas-azas Islam) dan resensi buku. Karena itu sebagai penulis, baik pemula maupun yang sudah mahir belajar via online maupun offline itu penting. (sm)
Penulis mempunyai seorang sahabat yang pada saat masih sekolah di Madrasah Aliyah (MA) aktif dalam kegiatan jurnalistik di madrasahnya. Setelah lulus Aliyah dan melanjutkan kuliah di kampus tempat dia menuntut ilmu aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Saat ini sahabat penulis meski belum lulus kuliahnya sudah bekerja di media cetak sebagai wartawan.
Dari misal itu, penulis menekankan bahwa penulis yang baru memulai menggeluti bakatnya perlu bergabung pada ruang belajar menulis baik online maupun offline. Di jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi (PT) saat ini sepengetahuan penulis sudah banyak kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan jurnalistik.
Melalui aktif kegiatan jurnalistik di sekolah maupun perguruan tinggi merupakan kawah candradimuka untuk belajar menulis. Selain di jenjang formal melalui bangku sekolah, saat ini juga banyak ditemui di daerah-daerah komunitas, klub, akademi menulis. Tujuan dibentuknya kelompok-kelompok creative minority itu tidak lain untuk menggerakkan tradisi literasi di kalangan pemula maupun generasi muda.
Selain belajar via offline, kini juga terdapat belajar menulis via online. Ada yang berbayar ada pula yang gratis. Melalui ruang-ruang belajar itu segala ilmu disampaikan oleh tutor, pemateri, fasilitator, narasumber perlu diterima semua materi tentang ragam jenis tulisan.
Pasca itu, penulis memilih ragam tulisan yang ditekuninya. Jika ingin menjadi sastrawan maka materi-materi sastra puisi, cerpen, esai budaya dipahami betul. Hendak menjadi jurnalis materi-materi reportase, penulisan berita straight hingga indepth juga patut dipahami. Menjadi penulis lepas banyak ragam tulisan yang kudu mesti dipahami.
Portal Harakatuna yang bertagline Merawat Ideologi Bangsa juga merupakan ruang untuk berlatih, belajar menulis. Sebab di website ini redaksi menerima kiriman dari penulis berupa opini (perspektif, literasi, opini, dan azas-azas Islam) dan resensi buku. Karena itu sebagai penulis, baik pemula maupun yang sudah mahir belajar via online maupun offline itu penting. (sm)
Dipublikasikan : harakatuna.com
ConversionConversion EmoticonEmoticon