…dan Panjat Pinang itu Masih Ada


Suara petasan ala kadarnya terdengar dari dekat rumah. Pertanda lorodan segera dimulai. Kerumunan warga sudah memadati area. Para santri yang biasanya mengenakan sarung dan kopyah sontak ganti kostum seadanya. Ya, begitulah tradisi lorodan atau panjat pinang yang didawamkan Pesantren ‘Roudlotul Huda’ Margoyoso menjelang Haflah Akhirussanah.


Sejak saya bersama orangtua dan keluarga pindah di gang 2 akhir 90an, lorodan, sudah ada di pesantren yang diasuh oleh KH Muchlisul Hadi. Selain lorodan berbagai lomba juga dilaksanakan pesantren setempat. Tentu musabaqah yang terkait dengan ngaji saben hari. Puncaknya adalah pengajian umum dengan menghadirkan Ulama, santri, alumni, walisantri dan masyarakat umum. 

Sejak pukul 20.00 WIB kegiatan panjat bambu sudah dimulai. Sorak sorai penonton maupun MC membahana. Lalu lalang pejalan kaki dan kendaraan bermotor makin memadati Jalan Kauman II. Mereka merangsek kedepan kediaman Kyai Muchlis yang ditempati kegiatan. Para santri dari kamar per-kamar secara bergantian mulai memanjat. Karena licin melorot itu sudah biasa. 

Oleh pihak panitia, peserta hanya diberikan waktu selama tiga menit. Tiga menit berlalu dan belum sampai puncak harus bergantian dengan peserta yang lain. Tiap grup jumlahnya berbeda-beda tergantung kuantitas kamar. Sekitar 2 hingga 5 santri. 

Seluruh kamar yang ada di ‘Roudlotul Huda’ telah naik semua. Jatah tiga menit yang diberikan pun sudah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Putaran kedua dimulai. Oli yang membasahi bambu mulai kering. Dibersihkan tiap peserta yang berusaha naik ke puncak. Tiba-tiba santri yang naik dibantu temannya berhasil. Ia sampai puncak sendirian. Kemudian tak berapa lama santri yang ada dibawah menyiapkan sarung untuk pembungkus hadiah. 

Diatas si santri mulai mengambil hadiah satu per-satu. Berbagai snack, minuman ringan dan yang lain dilemparkan. Insiden kecil pun mulai terjadi. Puluhan anak-anak yang turut menonton mencoba mengkeroyok. Penganan yang tidak berhasil ditangkap oleh santri akhirnya kocar-kacir karena anak-anak kecil saling berebut. Penganan pun bertebaran di tanah. Tak berapa lama semua yang ada diatas diturunkan. Santri pun membawa seluruh jajanan ke pesantren. 

Insiden kembali terjadi. Puluhan anak-anak seusia SD berhamburan menuju pesantren. Oleh koordinator hura-hura bermaksud meminta jajanan yang telah diturunkan. Akan tetapi jika dibagikan saling berebut juga akan terjadi. Pihak pesantren akhirnya menutup pintu gerbang. Anak-anak yang tidak terima mulai nekad. Menggedor-gedor gerbang. Puluhan anak semakin merangsek didepan pintu gerbang. Intinya mereka minta jatah jajanan. 

Kata-kata kotor menyebut nama hewan pun mulai didengungkan anak-anak. Ada asu, kakeane dan sebagainya. Beberapa menit kejadian itu berlangsung. Santri-santri yang tubuhnya mungil tidak mempan mengusir mereka yang berjumlah puluhan. Tiba-tiba muncul santri senior yang membubarkan mereka dengan penuh wibawa. Dan gerombolan anak-anak pun lari terbirit-birit menuju peraduan masing-masing. (syaiful mustaqim) 
Previous
Next Post »