Perjalanan dari Margoyoso-Bangsri tiada yang istimewa. Padahal Sabtu akhir pekan itu menjadi saat yang ditunggu-tunggu siswa SMA sederajat se-Indonesia. Sampai di rumah teman, Zaki, jalanan masih seperti biasa. Sembari menunggu jam 13.30 WIB kemudian beranjak di rumah teman yang pernah sekelas di MA dulu.
Disitu hanya ngobrol-ngobrol, tiduran, makan siang dan online. Siang telah menyapa. Saya pamitan pada shohibul bait Zaki, bapak serta ibunya. Perjalanan menuju Omah Joglo Hasyim Asyari, beberapa siswa berseragam putih abu-abu tampak telah berlumuran cat pilox, menandakan mereka lulus.
Seorang siswi tetangga Zaki, baju putihnya sudah penuh dengan pilox. Di rumah meski ada orang tua, tetapi raut muka si bapak yang kebetulan di depan rumah tidak menampakkan malu sekali pun. Biasa-biasa saja. Begitu pun si anak malah senang kegirangan. Lulus.
Di saat yang sama, seorang siswi mengirim pesan ke ponsel saya. Katanya kelulusan sekolahnya diumumkan jam 4 sore. Ia sempat khawatir, kabarnya di sekolah tempat ia belajar ada sembilan anak yang tidak lulus. Ia deg-degan. Saya pun memintanya agar menerima apapun hasilnya.
Lalu lalang kelulusan makin tampak saat perjalanan menuju PAUD Averous milik pesantren Hasyim Asyari Bangsri. Meski jumlahnya bisa dihitung tetapi menjadi pemandangan yang berbeda, akhir pekan itu.
Budaya malu sirna. Membleyer-bleyer sepeda motor di jalan umum. Mengganggu jalan umum. Apalagi ala konvoi. Hanya urakan yang tampak. Ada kerudung yang dibuka, bonceng lawan jenis sembari berpelukan, rambut di cat hingga aksi ironis yang lain. Lengkap sudah.
Bersamaan dengan rapat persiapan LSdP #8, konvoi kelulusan masih berlangsung tetapi agak sepi. Sebab sejumlah SMA ada yang berinisiatif mengumumkan kelulusan sore hingga maghrib tiba. Semisal MA Hasyim Asyari menurut kabar yang saya dapat pengumuman kelulusan jam 18.00 WIB tepat.
Hingga Malam
Sepulang ashar, saya pamitan dengan Pak Rois, Pak Mansyur maupun dengan Gus Nung, pengasuh pondok. Perjalanan dari Bangsri menuju rumah tampak hal serupa. Jalan raya Mlonggo tampak siswa-siswi berboncengan mesra. Sedangkan segerombolan murid yang lain jalan kaki. Barisan paling ujung tambak siswi menyanyi semaunya sendiri. Apa mereka sedang ngefly? Habis menenggak minuman keras atau narkoba? Entahlah!
Karena ada panggilan mampir di Rich Chicken Ngabul, milik teman di kampus dulu, akhirnya mampir. Bertemu Luthfi, pegawai bank dan Arif, seorang PNS SD sekaligus pemilik warung. Menjelang maghrib kami pamitan dengan Arif kemudian saya dan Luthfi melanjutkan obrolan hingga menjelang Isyak di masjid Ngabul.
Meski malam telah tiba, lalu lalang konvoi dari arah Jepara-Kudus dan sebaliknya kian ramai. Apalagi ditambah konvoi suporter Persijap atas kemenangan tim kebanggaannya menaklukkan Bontang FC 2-0. Persijap menang! Dobel konvoi. Suporter Persijap dan kelulusan SMA.
Dulu, sewaktu MTs saya pernah ikut corat-coret. Bersenang-senang ke Pantai Bandengan. Naik kol brondol. Itu pun karena dipaksa teman sekelas. Saat MA tidak. Karena ada himbauan dari Kepala agar tidak melakukan hal itu. Kebanyakan siswa mengiyakan karena ada tindakan dari madrasah jika ketahuan corat-coret. Meski demikian, ada sejumlah teman corat-coret tetapi ikut sekolah lain.
Merayakan kelulusan dengan corat-coret itu sebuah pilihan. Jika itu dirasa buruk maka lebih baik jauhilah! Masih banyak kegiatan positif lain untuk merayakannya. Sujud syukur, sungkem dengan guru dan orang tua maupun dengan cara positif yang lain.
Saat pengumuman tiba bisa dipastikan ada siswa yang melakukan konvoi dan aksi corat-coret. Barangkali itu hanya sebagian kecil dari siswa yang melakukannya. Apalagi merayakan kelulusan dengan menenggak bir, mengonsumsi narkoba hingga melakukan free sex (sex bebas). Ironis!
Saya yakin masih banyak siswa di negeri ini yang enggan berbuat demikian. Masih banyak siswa yang sekolah untuk menggapai cita-cita setinggi langit. Selamat bagi siswa yang lulus! Gapailah asa sekuat tenaga. Bagi yang belum lulus masih ada waktu untuk memperbaiki. Karena kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. (sm)
Seorang siswi tetangga Zaki, baju putihnya sudah penuh dengan pilox. Di rumah meski ada orang tua, tetapi raut muka si bapak yang kebetulan di depan rumah tidak menampakkan malu sekali pun. Biasa-biasa saja. Begitu pun si anak malah senang kegirangan. Lulus.
Di saat yang sama, seorang siswi mengirim pesan ke ponsel saya. Katanya kelulusan sekolahnya diumumkan jam 4 sore. Ia sempat khawatir, kabarnya di sekolah tempat ia belajar ada sembilan anak yang tidak lulus. Ia deg-degan. Saya pun memintanya agar menerima apapun hasilnya.
Lalu lalang kelulusan makin tampak saat perjalanan menuju PAUD Averous milik pesantren Hasyim Asyari Bangsri. Meski jumlahnya bisa dihitung tetapi menjadi pemandangan yang berbeda, akhir pekan itu.
Budaya malu sirna. Membleyer-bleyer sepeda motor di jalan umum. Mengganggu jalan umum. Apalagi ala konvoi. Hanya urakan yang tampak. Ada kerudung yang dibuka, bonceng lawan jenis sembari berpelukan, rambut di cat hingga aksi ironis yang lain. Lengkap sudah.
Bersamaan dengan rapat persiapan LSdP #8, konvoi kelulusan masih berlangsung tetapi agak sepi. Sebab sejumlah SMA ada yang berinisiatif mengumumkan kelulusan sore hingga maghrib tiba. Semisal MA Hasyim Asyari menurut kabar yang saya dapat pengumuman kelulusan jam 18.00 WIB tepat.
Hingga Malam
Sepulang ashar, saya pamitan dengan Pak Rois, Pak Mansyur maupun dengan Gus Nung, pengasuh pondok. Perjalanan dari Bangsri menuju rumah tampak hal serupa. Jalan raya Mlonggo tampak siswa-siswi berboncengan mesra. Sedangkan segerombolan murid yang lain jalan kaki. Barisan paling ujung tambak siswi menyanyi semaunya sendiri. Apa mereka sedang ngefly? Habis menenggak minuman keras atau narkoba? Entahlah!
Karena ada panggilan mampir di Rich Chicken Ngabul, milik teman di kampus dulu, akhirnya mampir. Bertemu Luthfi, pegawai bank dan Arif, seorang PNS SD sekaligus pemilik warung. Menjelang maghrib kami pamitan dengan Arif kemudian saya dan Luthfi melanjutkan obrolan hingga menjelang Isyak di masjid Ngabul.
Meski malam telah tiba, lalu lalang konvoi dari arah Jepara-Kudus dan sebaliknya kian ramai. Apalagi ditambah konvoi suporter Persijap atas kemenangan tim kebanggaannya menaklukkan Bontang FC 2-0. Persijap menang! Dobel konvoi. Suporter Persijap dan kelulusan SMA.
Dulu, sewaktu MTs saya pernah ikut corat-coret. Bersenang-senang ke Pantai Bandengan. Naik kol brondol. Itu pun karena dipaksa teman sekelas. Saat MA tidak. Karena ada himbauan dari Kepala agar tidak melakukan hal itu. Kebanyakan siswa mengiyakan karena ada tindakan dari madrasah jika ketahuan corat-coret. Meski demikian, ada sejumlah teman corat-coret tetapi ikut sekolah lain.
Merayakan kelulusan dengan corat-coret itu sebuah pilihan. Jika itu dirasa buruk maka lebih baik jauhilah! Masih banyak kegiatan positif lain untuk merayakannya. Sujud syukur, sungkem dengan guru dan orang tua maupun dengan cara positif yang lain.
Saat pengumuman tiba bisa dipastikan ada siswa yang melakukan konvoi dan aksi corat-coret. Barangkali itu hanya sebagian kecil dari siswa yang melakukannya. Apalagi merayakan kelulusan dengan menenggak bir, mengonsumsi narkoba hingga melakukan free sex (sex bebas). Ironis!
Saya yakin masih banyak siswa di negeri ini yang enggan berbuat demikian. Masih banyak siswa yang sekolah untuk menggapai cita-cita setinggi langit. Selamat bagi siswa yang lulus! Gapailah asa sekuat tenaga. Bagi yang belum lulus masih ada waktu untuk memperbaiki. Karena kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. (sm)
ConversionConversion EmoticonEmoticon