Penulis Otodidak

Menjadi penulis sama sekali belum pernah menjadi angan-anganku. Apalagi selepas lulus dari SMA tahun 2003 aku melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di kota Semarang dengan konsentrasi Pendidikan Agama Islam (PAI). Kuliah di jurusan PAI memang sudah menjadi angan-angan sebelum lulus.

Karena kakak kandungku kuliah di kampus yang sama. Sehingga, untuk ngurus perkuliahan tidak ribet. Singkatnya, setelah aku lulus SMA keinginanku tercapai, kuliah di PTAIN.

Memasuki bangku perkuliahan semester demi semester telah kulalui. Hasilnya, nilai hasil kuliahku beragam A, B dan C. Itu nilaiku. Maklum aku termasuk kategori mahasiswa yang terbilang pasif dan pas-pasan. Untuk bidang non-akademik pada semester awal aku gabung di organisasi ekstra. Saat itu hanya ikut taaruf (masa pengakraban organisasi). Setelah itu karena kurang begitu nyaman akhirnya aku out (kabur) dari organisasi yang inten dalam bidang pergerakan.

Sedangkan untuk organisasi intra aku ikut Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bahasa baik bahasa Inggris maupun Bahasa Arab. Keikutsertaanku dalam UKM bahasa berjalan selama satu tahun. Selepas itu non-aktif.

Tetapi semasa aku menjadi mahasiswa ada organisasi ekstra yang begitu aku kagumi. Yakni Organisasi Daerah (Orda). Dalam organisasi itu seluruh anggotanya berasal dari satu  daerah (kabupaten/ kota). Aku pun lebih nyaman aktif di organisasi itu. Selama aktif aku pernah menjadi sekretaris selama dua periode tahun 2006 dan 2007.

Singkat cerita, tahun 2006 organisasi yang kugeluti mengadakan Pelatihan Jurnalistik untuk pelajar SMA se-Kabupaten. Pelatihan diikuti oleh delegasi SMA yang berjumlah 60-an orang. Meski pelatihan selesai dalam dua hari tetapi dari pihak kami menginginkan adanya follow up (tindak lanjut). Akhirnya tindak lanjut kegiatan itu terwujud.

Untuk tindak lanjutnya, alumni kegiatan dalam setiap pekan ngumpul di satu sekolah. Tempatnya bergiliran. Tujuannya, untuk mendalami jurnalistik secara kontinyu. Posisiku saat itu hanya sekadar mendampingi. Karena untuk fasilitator sudah ada yang meng-handle. Mereka adalah teman-teman yang kebetulan aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) maupun Surat Kabar Mahasiswa (SKM).

Pertemuan pertama, kedua dan ketiga fasilitator yang ditunjuk datang ke sekolah sesuai dengan jadwal. Lambat laun, barangkali karena jarak (Jepara-Semarang) yang lumayan jauh dan kesibukan satu persatu fasilitator mulai tidak hadir. Lantas di kegiatan itu tinggal aku yang tersisa. Dalam pikiranku jika kegiatan yang baru berjalan itu kutinggalkan bakal sia-sia. Sedangkan kalau tak tekuni aku belum punya cukup modal pengetahuan untuk mendampingi mereka. Disamping itu, posisi masih dalam proses kuliah. Sebuah dilema.

Bismillah. Akhirnya, aku yang menjadi satu-satunya pendamping mereka. Caranya, saben seminggu sekali aku mesti pulang untuk belajar bersama dengan mereka. Sementara untuk ilmu tulis-menulis kutempuh dengan belajar inten dengan teman-teman yang aktif di LPM maupun SKM.

Namanya juga pemula setiap kali aku belajar aku meminta temanku untuk menerangkan secara detail. Apabila aku tidak paham lantas bertanya. Begitulah caraku belajar jurnalistik. Kemudian saat ketemu dengan siswa, materi kupelajari sebelumnya ku sampaikan kepada mereka. Saat pertemuan ada pertanyaan dan aku belum bisa menjawabnya maka pertanyaan kutampung terlebih dahulu. Kutanyakan kepada teman yang bisa. Jika sudah ada jawabannya maka kusampaikan pada pertemuan yang berikutnya.

Alhasil, dari perjumpaan saben hari itu akhirnya mereka bisa menerbitkan buletin bulanan selama 23 edisi serta kumpulan esai dan cerita pendek (cerpen). Tetapi tatkala mereka semakin bisa aku juga tidak ingin kalah. Apalagi iso ngajar ora iso nglakoni (jarkoni). Hal itu yang memantik aku untuk kemudian ingin juga bisa menulis. Disamping itu pula teman-teman yang kumintai mengajari aku juga rata-rata memiliki media dan sudah banyak tulisan yang tersebar di media.

Mulailah aku menulis dan mengirimkan tulisan ke berbagai media massa. Tulisan perdana yang dimuat di media sangat mengejutkan. Waktu itu bertepatan dengan perpisahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Temanggung. Artikelku dimuat dua kali di salah satu media nasional. Honornya waktu itu Rp.800.000. Alhamdulillah.

Sejak saat itu aku tekun mengirimkan tulisan ke media massa. Mulai 2008-2010 puluhan tulisanku tersebar di media massa. Bersamaan dengan itu aku makin dikenal oleh teman-teman kampus maupun teman yang lain. Ketika ketemu dengan orang yang sudah kukenal maupun belum mereka kerap menanyakan proses kreatifku.

Banyak hal yang kudapat waktu itu selain honor tulisan yang dimuat juga semakin dikenal oleh banyak orang. Pernah pula diundang untuk mengisi creative writing (penulisan krearif) salah satu kampus di Kudus. Itu juga karena tulisan. Di undang mengisi pelatihan di sekolah juga karena hal yang sama. Dan masih banyak lagi.

Pasang Surut
Tetapi semenjak 2010-sekarang tulisanku yang dimuat tidak kayak dulu lagi. Malah jarang dimuat. Setelah kukonsultasikan kepada penulis ternyata tulisan yang dimuat juga memiliki standar kualitas. Jika kualitas tulisan kita bagus niscaya redaksi akan memuatnya. Berdasarkan hal itu aku pun masih tetap optimis. Selain tetap mengirim karya ke banyak media-media yang dulu sering memuat tulisanku juga mengirim karya untuk redaksi yang lain.

Alhasil, nasib karyaku memang tergantung kepada dua kemungkinan antara dimuat atau ditolak redaksi. Itu pasti. Ketika aku mengalami pasang surut akhirnya aku menempuh dengan jalur; yang penting menulis. Menulis apa saja. Yang terpenting dalam setiap hari ada tulisan yang kutulis dan bisa dibaca banyak orang. Semisal berita, tips, humor dan cerpen remaja.

Untuk berita aku menulis reportase untuk dua media online. Prosesnya karena berita maka aku melakukan liputan. Dalam peliputan aku juga semakin banyak teman sesama jurnalis (wartawan). Tambah teman. Sedangkan untuk jenis tulisan humor, tips adalah tulisan yang kukirimkan untuk media Islam. Adapun cerpen kukirimkan untuk media remaja.

Kegiatan perlombaan juga kuikuti. Perlombaan menulis yang pemenangnya dibukukan. Meski berulang kali mengikutinya tetapi hingga kini baru ada beberapa antologi buku yang kumiliki.

Tetap Berproses
Karena ranah prosesku menjadi penulis adalah otodidak maka aku menilai memang harus tetap berproses. Artinya harus belajar yang tekun dimanapun berada. Proses itu kutempuh dengan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan penulisan secara inten. Tujuannya untuk mengasah kepekaan tulisan. Setiap kali ada even dan aku punya kesempatan maka tidak aku sia-siakan.

Aktif dalam kegiatan-kegiatan itu imbasnya semakin banyak teman. Nah, bersama teman-teman itulah aku bisa share (tukar pengalaman). Sehingga semangatku untuk tetap menulis salah satunya ditopang oleh mereka dan tetap membara.

Tak hanya itu proses lain yang kujalani yaitu tidak segan-segan menularkan ilmu kepada teman-teman yang membutuhkan. Jika ada teman yang pengen belajar maka aku langsung siap. Baik itu dengan ketemu langsung maupun jarak jauh. Hingga saat ini teman sebaya yang masih belajar menulis adalah mahasiswa. Meski yang inten cuma satu tetapi senangnya jika berbuah hasil.

Salah satu teman yang belajar menulis bareng beberapa kali tulisannya berupa cerita anak (cernak) dan tips dimuat di media massa. Selain itu cerpennya juga pernah masuk dalam antologi cerpen bersama.   

Tetapi aku lebih seneng ketika belajar bersama dengan pelajar (SD, SMP dan SMA). Saat ini yang masih berlangsung adalah mengasuh siswa di SMA-ku dulu. Di SMAku itu aku mendidik kegiatan jurnalistik (tulis-menulis). Senangnya karena belajarnya inten seminggu sekali. Sehingga aku bisa mengasah segala hal yang berkaitan dengan menulis.

Hasilnya juga sama. Tulisan mereka pernah mewarnai berbagai media dan pernah memenangi lomba menulis tingkat Kabupaten maupun Karesidenan. Meski demikian aku tidak terpatok oleh satu lembaga. Jika ada sekolah, kampus maupun pesantren yang berminat mengamanati aku dengan senang hati aku langsung membantunya. Dari beberapa sekolah yang kebetulan sudah kenal denganku setiap kali ada pelatihan aku diundang untuk menjadi salah satu pemateri.

Sehingga, dua hal yang masih aku lakoni yakni menulis, menulis dan menulis. Menulis apa saja yang terpenting setiap hari aku menghasilkan karya entah itu berita, puisi, cerpen, opini dan resensi. Kedua, aktif membimbing penulisan untuk sekolah, kampus maupun pesantren baik melalui jalur formal maupun non-formal.

Oleh karenanya, dengan dua cara tersebut barangkali aku tetap terus belajar berproses menjadi penulis otodidak yang InsyaAllah nantinya menjadi semakin handal. Semoga! Amiin. (sm)
Previous
Next Post »