Menghidupkan Makam RA Kartini

Beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri berziarah ke tempat persemayaman terakhir salah satu dari Pahlawan Nasional kita, R.A Kartini. Letaknya di desa Bulu, kecamatan Bulu, kabupaten Rembang. Untuk menuju kesana harus ditempuh dengan jarak sekitar 17.5 km (arah ke selatan dari pusat kota Rembang).

Jarak yang lumayan jauh itu memang butuh perjuangan apalagi untuk menuju lokasi yang berada di perbukitan harus melewati aspal jalan kelas dua disertai dengan lubang-lubang. Sementara disekelilingnya adalah hutan belantara yang berbatasan dengan kabupaten Blora.

Meski RA Kartini telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada era presiden Soekarno tetapi bangunan tersebut baru diresmikan oleh Tien Soeharto tahun 1979. Mulanya, bangunan tersebut hanya berbentuk cungkup (rumah kecil yang dilengkapi dengan atap). Didalamnya bersemayam almarhum Bupati Rembang (RMAA Djojoadhiningrat), RA Kartini, RA Soekarmilah dan RM Srioerip, anak Bupati dari istri ketiga.

Setelah dipugar, terdapat sebanyak 43 makam yang dibungkus dengan batu nisan pualam. Terdiri dari makam RA Kartini, RMAA Djojoadhiningrat dan para permaisurinya. Adapula kerabat Bupati Rembang dan kerabat Kartini, RM Soesalit, Budhy Satya Soesalit (cucu Kartini) dan RA Soekarmilah (istri Bupati garwa padmi I). Sementara untuk generasi baru dihuni RM Abdoel G, pernah menjabat anggota DPR RI dan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Selain makam, dilengkapi dengan pesanggrahan “Puncak Winahyu” milik keluarga besar Djojoadhiningrat. Bentuknya berupa bangunan kuno dengan arsitektur ala Jawa. Disekelilingnya tumbuh pohon mangga, rambutan, kedondong, alpukat dan kelapa. Juga warung makan, pusat jajanan, musholla kecil serta area parkir yang luas.

Setiap hari makam dijaga oleh juru kunci. Pengunjung maupun peziarah yang hadir akan dipandu secara khusus oleh penjaga. Penjaga bersedia meladeni pengunjung yang melontarkan pertanyaan. Dan, penjaga menjawab pertanyaan dengan detail. Hingga kini, juru kunci makam sudah memasuki genarasi yang ketujuh. Sebut saja mbah Marijan, Nurani, Abdul Karim, Karsiman, Parto dan Kundori. Juru kunci yang masih sepuh adalah Mochammad Sahid. Pria tua berusia 60 tahun itu sudah mengabdi selama 31 tahun lamanya.

Meski demikian, pengabdian Sahid bersama keluarga yang telah puluhan tahun tersebut sama sekali tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. Alias ia bekerja secara sukalera. Sebagaimana penulis kutip dari warta sebuah koran online, ia mengaku bangga karena bisa bertemu dengan banyak tokoh dan orang terkenal di Indonesia. Sehingga, hal itu menurutnya merupakan sebuah bentuk pengabdian untuk bangsa.

Pengunjung makam berasal dari berbagai kalangan. Dari kaum alit hingga kalangan elit. Hal itu yang diungkapkan putra dari Mochammad Sahid bahwa makam RA Kartini ramai pada saat milad (hari lahir) bulan April dan pada saat liburan sekolah. “Anak-anak sekolah, pejabat, Polri, menteri hingga presiden pernah berkunjung kesini. Termasuk bu Megawati Soekarno Putri, mantan presiden RI,” katanya. Tetapi ia menyayangkan dari tahun ketahun perayaan untuk meramaikan tempat tersebut makin surut tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Menghidupkan
Dari kunjungan singkat baru-baru ini saya sangat menyayangkan banyak hal. Kondisi kawasan wisata religi tersebut tidak seheboh perjuangan Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Pasalnya, awal masuk menuju gapura sudah disambut dengan keadaan sampah pepohonan nan berserakan. Menuju ke lokasi dihadapkan dengan bangunan-bangunan dengan cat yang telah mulai kusut seperti kurang adanya perawatan dari pemerintah.

Fasilitas tempat peribabatan berupa musholla yang serba kecil, sempit, kotor dan dengan air yang seadanya. Pertama kali penulis melangkahkan kaki hanya akan bertemu dengan patung Kartini dengan membawa buku. Selebihnya hanya ada suasana sunyi, senyap didampingi bangunan tua. Apalagi jika kita berkunjung kesana selain bulan April maupun hari libur tiba.

Untuk menghidupkan makam RA Kartini Rembang perlu kerjasama dari beberapa pihak. Pemerintah kabupaten diharapkan merawat kondisi tempat wisata itu baik dengan penataan, pembersihan maupun pengecatan ulang. Sehingga, ketika ada pengunjung yang datang merasa nyaman dan teduh. Selain itu, pemkab juga mesti memperhatikan nasib para juru kunci makam agar pengabdian mereka kepada bangsa perlu mendapatkan upah meski tidak seberapa.

Kalangan agamawan, akademik, LSM maupun seniman perlu kiranya menyelenggarakan kegiatan rutin diskusi, ngobrol bareng, pembacaan puisi maupun majlis taklim untuk meramaikan kawasan itu. Penduduk muslim sekitar diharapkan menghidupkan religiusitas (nuansa keagamaan) baik rutinitas shalat maktubah, pembacaan tahlil dan al-barjanzi maupun dengan aktivitas keagamaaan yang lain. Meski Kartini telah tiada semangat menghidupkan peninggalannya harus tetap menggelora. Semoga! (
Syaiful Mustaqim)
Previous
Next Post »