Sebulan menuaikan puasa, umat Islam dipenjuru dunia dihadiahi dengan Idul Fitri. Idul Fitri merupakan ganjaran bagi muslim yang berpuasa maupun yang menyempurnakannya dengan prosesi zakat fitrah. Idul Fitri sebagai hari kemenangan dirayakan mulai 1 Syawal.
Idul Fitri adalah momentum menghapus kesalahan-kesalahan disengaja maupun tidak yang dititahkan satu tahun lamanya. Sehingga, kesempatan Idul Fitri merupakan saat yang tepat meminta maaf dan saling memaafkan. Yang muda (anak) kepada yang lebih tua (orang tua, kakek, nenek dan guru) maupun dengan teman sebaya.
Tugas muslim hanyalah meminta maaf. Meminta maaf kepada siapa saja meski sebelumnya belum saling mengenal. Sementara, perkara dimaafkan atau tidak semuanya terserah pada Tuhan Yang Maha Esa. “Meminta maaf jauh lebih utama daripada tidak sama sekali. Mengaku khilaf itu lebih baik daripada membohongi diri sendiri.”
Giat Belajar
Sebagai peserta didik, hari raya Idul Fitri merupakan momentum untuk menapaki kembali semangat giat dan rajin belajar. Pasalnya, sebagai siswa yang patuh pada norma agama dan tata krama hari lebaran dimanfaatkan untuk sungkem kepada orang tua, kakek-nenek, teman sebaya maupun dengan saudara dan tetangga.
Sedangkan, ritual permohonan maaf pada orang tua yang telah meninggal dunia bisa dijalankan dengan mendoakan maupun berkunjung ke makam sebelum lebaran tiba. Hal itu merupakan wujud bhakti seorang anak kepada orang tua.
Selain itu, siswa berkunjung ke kediaman guru secara individu maupun kolektif. Dengan beranjangsana memohon doa restu serta manfaatnya ilmu yang diterima di bangku sekolah. Pada titik ini, peserta didik memerankan pembersihan diri secara totalitas.
Artinya, membersihkan diri terhadap dosa yang telah diperbuat kepada orang tua, guru dan teman. Setelah pengakuan khilaf dan dosa diibaratkan bayi kecil yang baru lahir tanpa menyandang dosa sedikit pun.
Setelah hari raya, siswa dalam keadaan “putih bersih”. Sehingga, momentum tersebut bisa dimanfaatkan untuk giat belajar. Siswa harus rajin belajar melampaui hari kemarin. Siswa memanfaatkan waktu di rumah untuk belajar secara individu maupun kelompok.
Momentum giat belajar juga mesti didasari penggapaian cita-cita setinggi langit di angkasa. Sehingga, dalam belajar tak ada lagi rasa malas-malasan, tidak telat berangkat sekolah, rajin mengerjakan pekerjaan rumah, tidak suka membolos. Hal itu merupakan wujud berbakhti kepada kedua orang tua. [Syaiful Mustaqim]
Idul Fitri adalah momentum menghapus kesalahan-kesalahan disengaja maupun tidak yang dititahkan satu tahun lamanya. Sehingga, kesempatan Idul Fitri merupakan saat yang tepat meminta maaf dan saling memaafkan. Yang muda (anak) kepada yang lebih tua (orang tua, kakek, nenek dan guru) maupun dengan teman sebaya.
Tugas muslim hanyalah meminta maaf. Meminta maaf kepada siapa saja meski sebelumnya belum saling mengenal. Sementara, perkara dimaafkan atau tidak semuanya terserah pada Tuhan Yang Maha Esa. “Meminta maaf jauh lebih utama daripada tidak sama sekali. Mengaku khilaf itu lebih baik daripada membohongi diri sendiri.”
Giat Belajar
Sebagai peserta didik, hari raya Idul Fitri merupakan momentum untuk menapaki kembali semangat giat dan rajin belajar. Pasalnya, sebagai siswa yang patuh pada norma agama dan tata krama hari lebaran dimanfaatkan untuk sungkem kepada orang tua, kakek-nenek, teman sebaya maupun dengan saudara dan tetangga.
Sedangkan, ritual permohonan maaf pada orang tua yang telah meninggal dunia bisa dijalankan dengan mendoakan maupun berkunjung ke makam sebelum lebaran tiba. Hal itu merupakan wujud bhakti seorang anak kepada orang tua.
Selain itu, siswa berkunjung ke kediaman guru secara individu maupun kolektif. Dengan beranjangsana memohon doa restu serta manfaatnya ilmu yang diterima di bangku sekolah. Pada titik ini, peserta didik memerankan pembersihan diri secara totalitas.
Artinya, membersihkan diri terhadap dosa yang telah diperbuat kepada orang tua, guru dan teman. Setelah pengakuan khilaf dan dosa diibaratkan bayi kecil yang baru lahir tanpa menyandang dosa sedikit pun.
Setelah hari raya, siswa dalam keadaan “putih bersih”. Sehingga, momentum tersebut bisa dimanfaatkan untuk giat belajar. Siswa harus rajin belajar melampaui hari kemarin. Siswa memanfaatkan waktu di rumah untuk belajar secara individu maupun kelompok.
Momentum giat belajar juga mesti didasari penggapaian cita-cita setinggi langit di angkasa. Sehingga, dalam belajar tak ada lagi rasa malas-malasan, tidak telat berangkat sekolah, rajin mengerjakan pekerjaan rumah, tidak suka membolos. Hal itu merupakan wujud berbakhti kepada kedua orang tua. [Syaiful Mustaqim]
ConversionConversion EmoticonEmoticon