Peziarah mendoakan Tumenggung Cendol. |
TUMENGGUNG Cendol adalah Bupati Jepara yang memerintah tahun 1825-1828 atau pada era Kompeni dan Hindia Belanda. Makamnya, terletak di desa Margoyoso kecamatan Kalinyamatan kabupaten Jepara. Tak banyak yang tahu memang jika desa pusat pengrajin emas tersebut terdapat sosok yang pernah memimpin kota ukir. Warga sekitar yang tahu-menahu seluk-beluk mengenai profil penghuni makam tersebut juga sudah jarang ditemui. Sebab, penduduk yang merasa di-sepuh-kan (dituakan) telah mendahului. Pemerintah desa setempat, juga nol (tidak tahu) tentang makam Tumenggung Cendol.
Apalagi landmark (penanda) masuk menuju ke makam. Sama sekali tidak ada. Di desa yang kental dengan nuansa religiositas itu, istilah Tumenggung Cendol hanya populer sebagai nama pemakaman. Itu saja.
Jika buku Sejarah dan Budaya yang diterbitkan dinas Pariwisata kabupaten Jepara 2007-2008 menyebut Tumenggung Cendol adalah pemimpin yang pernah memimpin kota Jepara, petilasan terakhirnya berpotensi dan layak jika dijadikan kawasan wisata religi. Sebuah kawasan berbasis keagamaan apalagi desa Margoyoso memang kental dengan nuansa religiositas. Religiositas itu tampak dari banyaknya aktivitas warga menggelar kegiatan majlis taklim, pembacaan tahlil, maulid (sejarah nabi Muhammad saw) serta manaqib. Selain itu, lembaga pendidikan Islam mulai dasar hingga atas maupun pesantren bisa ditemukan di desa itu.
Maka, pemerintah kabupaten bekerjasama dengan kecamatan dan desa setempat perlu mempromosikan kawasan Tumenggung Cendol sebagai salah satu rujukan wisata religi di kabupaten Jepara. Dengan menambah peta obyek wisata pada buku sejarah dan budaya yang diterbitkan dinas terkait.
Selain itu, bekerjasama dengan peneliti sejarah untuk meneliti sosok Tumenggung Cendol serta membukukannya. Buku tersebut nantinya akan menjadi wacana baru bagi masyarakat. Sehingga, masyarakat yang mulanya belum tahu akan menjadi tahu dan buku itu juga bermanfaat bagi anak cucu pada masa yang akan datang.
Jalan masuk menuju makam perlu diberikan penanda. Tanda bahwa makam itu adalah seorang pemimpin yang pernah memimpin Jepara. Dengan landmark (penanda) itu barangkali akan memantik warga untuk berziarah (berkunjung).
Tak hanya itu, warga setempat perlu nguri-nguri keeksikan makam itu dengan kegiatan keagamaan semisal khaul, memeringati Tumenggung Cendol. Maupun dengan tetap menjaga kebersihan agar makam terlihat elok. Begitu. (Syaiful Mustaqim)
Apalagi landmark (penanda) masuk menuju ke makam. Sama sekali tidak ada. Di desa yang kental dengan nuansa religiositas itu, istilah Tumenggung Cendol hanya populer sebagai nama pemakaman. Itu saja.
Jika buku Sejarah dan Budaya yang diterbitkan dinas Pariwisata kabupaten Jepara 2007-2008 menyebut Tumenggung Cendol adalah pemimpin yang pernah memimpin kota Jepara, petilasan terakhirnya berpotensi dan layak jika dijadikan kawasan wisata religi. Sebuah kawasan berbasis keagamaan apalagi desa Margoyoso memang kental dengan nuansa religiositas. Religiositas itu tampak dari banyaknya aktivitas warga menggelar kegiatan majlis taklim, pembacaan tahlil, maulid (sejarah nabi Muhammad saw) serta manaqib. Selain itu, lembaga pendidikan Islam mulai dasar hingga atas maupun pesantren bisa ditemukan di desa itu.
Maka, pemerintah kabupaten bekerjasama dengan kecamatan dan desa setempat perlu mempromosikan kawasan Tumenggung Cendol sebagai salah satu rujukan wisata religi di kabupaten Jepara. Dengan menambah peta obyek wisata pada buku sejarah dan budaya yang diterbitkan dinas terkait.
Selain itu, bekerjasama dengan peneliti sejarah untuk meneliti sosok Tumenggung Cendol serta membukukannya. Buku tersebut nantinya akan menjadi wacana baru bagi masyarakat. Sehingga, masyarakat yang mulanya belum tahu akan menjadi tahu dan buku itu juga bermanfaat bagi anak cucu pada masa yang akan datang.
Jalan masuk menuju makam perlu diberikan penanda. Tanda bahwa makam itu adalah seorang pemimpin yang pernah memimpin Jepara. Dengan landmark (penanda) itu barangkali akan memantik warga untuk berziarah (berkunjung).
Tak hanya itu, warga setempat perlu nguri-nguri keeksikan makam itu dengan kegiatan keagamaan semisal khaul, memeringati Tumenggung Cendol. Maupun dengan tetap menjaga kebersihan agar makam terlihat elok. Begitu. (Syaiful Mustaqim)
7 komentar
Click here for komentardulu waktu kecil saya sering dengar cerita ini. Menurut mbah saya, beliau dulunya adalah seorang pedagang cendol yg jujur. Karena kebaikan2nya itulah yg membawanya menjadi seorang pembesar. Bagus juga kalau pemerintah setempat mau mengeksposnya. Jadi kangen sama desa Margoyoso tercinta.
Replymakasih atas infonya.
Replykalao boleh tahu sampeyan aseli margoyoso ya? tepatnya sebelah mana?
aku margoyoso gang 2, tepatnya depan pesantren roudlotul huda, asuhan kiai muhlis...
berarti tetanggaan dong, aku juga sama di gang 2. Depan Pak Lis itu yang aku tahu Mustaghfirin, dia teman waktu madrasah dulu. Kalau sampeyan tahu ketua RT. 2 RW. 3, itu bapak saya. Nah rumahku di situ, cuman sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktu di semarang.
ReplyYa Allah. Sampeyan putrane pak rozak tho. Aku pinggirnya mustaghfirin. Sampeyan tinggal di Semarang mana?
Replykak mustaqim.... postinganmu tentang tumenggun cendol bagus.....
Replyceritane tentang biografi tumenggung cendol perlu di posting kak..... biar orang" tahu ceritanya.
Replyaku tanggamu (Ni'am)
aku belum tahu ceritanya...
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon