Nisfu Syakban, Baratan dan Kemacetan



BAGI masyarakat kecamatan Kalinyamatan, kabupaten Jepara dan sekitarnya Nisfu Syakban (lima belas hari menjelang Ramadhan) atau 15 Syakban bulan hijriyah merupakan hari yang dinanti-nanti. Jauh-jauh hari sebelum Nisfu Syakban tiba, di desa Margoyoso dan Purwogondo puluhan pedagang lampion menjajakan dagangannya. Selain lampion ada impes, mobil-
mobilan maupun bentuk lain yang semuanya terbuat dari kertas warna-warni plus bambu maupun kayu. Di kecamatan Mayong dan Pecangaan pun demikian. 

Sore hari, 14 syakban suasana di Kalinyamatan semakin ramai. Para penjual lampion seakan merayakan kebahagiannya disaatnya masyarakat membeli dagangannya hingga habis. Malam harinya, sehabis maghrib sesuai dengan ritual warga setempat, berdo’a bersama di musholla, langgar maupun masjid dengan membaca surat yasin tiga kali, dilakukan dengan bersama-sama. 

Setelah isyak dilanjutkan bancakan puli (makanan dari beras ditambah dengan bumbu khusus yang dihaluskan). Menurut sesepuh Kalinyamatan, puli berasal dari bahasa Arab: Afwu lii (maafkanlah aku). Sehingga, ritual ini merupakan upaya warga mendekatkan diri kepada Tuhan disertai pertaubatan menjelang datangnya Ramadhan. 


Baratan dan Kemacetan
Beberapa tahun terakhir, satu organisasi yang peduli pada eksistensi seni budaya getol menggelar acara “Festival Baratan” atau apalah namanya. Festival ini ternyata menyedot antusias masyarakat, terbukti dari ribuan pengunjung yang memadati jalan di sekitar desa Kriyan, Margoyoso dan Purwogondo. 

Festival ini diawali dari Masjid Al-Makmur desa Kriyan menuju lapangan benih palawija (utara pasar Kalinyamatan). Sementara, festival diisi arak-arakan sosok ratu nan ayu, Ratu Kalinyamat menunggangi kuda, disusul dengan muda-mudi yang membawa lampion, impes dan mobil-mobilan. Dilapangan palawija teaterikal penggambaran peperangan Ratu Kalinyamat melawan Arya Penangsang. 

Sayangnya, pada nisfu syakban (bertepatan 05/08) kemarin, tidak dilaksanakan. Tentunya, membawa kekecewaan mendalam seluruh masyarakat yang membanjiri kecamatan Kalinyamatan. Malam itu setelah shalat Isyak hingga pukul 21.00 Kalinyamatan mengalami kemacetan total. 

Mestinya, pihak penyelenggara jika tahun ini memang tidak menyelenggarakan harus memberitahukan kepada seluruh elemen masyarakat entah melalui media cetak maupun elektronik. Hal ini, tentunya untuk mengurangi kekecewaan masyarakat yang jauh-jauh datang dari daerahnya serta mengurangi efek kemacetan lalu lintas. 

Di Kalinyamatan, tahun ini hanya mampu merayakan dahsyatnya arus kemacetan. Kedepan, andai pihak yang biasanya menyelenggarakan Festival Baratan tidak sanggup lagi, bisa saja diambil alih organisasi lain yang peduli kepada seni budaya tradisi. Sehingga, masyarakat bisa menyaksikan (kembali) Festival baratan seperti tahun-tahun sebelumnya. Semoga! (Syaiful Mustaqim)
Previous
Next Post »