Pers Kampus dan Komunitas Penulis

FHK, Suara Merdeka, 18 Oktober 2008

Oleh Syaiful Mustaqim
Pegiat Dewandaru Jepara Society dan direktur Smart Institute Jepara.

MENARIK membaca artikel Hamid Nuri ”Memanfaatkan Pers Kampus” di rubrik ini (11/10) lalu. Dalam perspektif Hamid, pers kampus bisa dijadikan batu loncatan untuk mengembangkan karier menjadi penulis. Penulis lepas ini menambahkan, setelah berkecimpung di aktivis pers kampus bisa dilanjutkan menulis di media umum.

Ia mecontohkan tokoh sekaliber Eep Syaifullah Fatah, seorang kolumnis yang mengawali karir menulis dari pers kampus. Begitu pula yang dilakoni oleh Dawam Rahardjo dan Mahfud MD. Tak ketinggalan KH Mustofa Bisri, Darmanto Jatman, Haris Effendi Thahar dan Putu Wijaya pun memulai karier tulis-menulis-nya melalui pers kampus.

Saya kurang sepakat dengan apa yang diuraikan Hamid Nuri bila pers kampus merupakan pijakan untuk menjadi seorang penulis. Apalagi jika menelisik kondisi kekinian, terutama tentang track record aktivis pers kampus. Logikanya memang tidak salah, pers kampus adalah kawah candradimuka seorang mahasiswa untuk merengkuh budaya tulis.

Nyatanya, penggiat pers kampus masih terjebak dalam kesibukan menyelesaikan deadline majalah, koran, tabloid, jurnal kampus sehingga gairah menulis di media luar seakan mengalami lemah syahwat. Sebagaimana pengamatan penulis, mayoritas aktivis pers kampus yang menulis di media luar bisa dihitung dengan jari.

Karena itu perlu ada pembeda antara pers kampus dan komunitas penulis. Pers kampus merupakan wadah penyaluran bakat-minat dalam dunia jurnalistik (tulis-menulis) dan aktivitas lain yang masih berhubungan.Terkait dirinya merambah ke dunia kepenulisan di media luar tidak begitu dibebankan. Berbeda dengan komunitas penulis.

Komunitas penulis dicipta untuk mencetak seorang penulis yang handal. Anggota komunitas penulis yang tidak menelorkan karya dalam bentuk tulisan menjadi beban moral tersendiri, entah itu malu atau yang lain. Ini berarti, komunitas penulis menekankan semangat berlomba-lomba antara anggota satu dengan yang lain.

Menyebut komunitas penulis, saya terpesona dengan yang dilakukan oleh pegiat Replika.com Sema-rang. Replika.com, kepanjangan dari Republik Pena Kampus Community. Ini salah satu komunitas penulis di Semarang yang masih eksis hingga kini.

Begitu juga Dewandaru Jepara Society, komunitas penulis yang baru saja dideklarasikan (06/10) lalu tidak jauh beda dengan Replika.com. Target utama komunitas penulis ini aktif menulis di media regional dan nasional.

Nah, tampaknya perlu ada pembeda antara pers kampus dan komunitas penulis. Redaktur pers kampus lebih ditekankan aktif menulis di media kampus yang telah ada. Terkait keterlibatan menulis di media umum menjadi urusan belakang. Sedangkan keberadaan komunitas penulis menjadi wahana untuk aktif menulis di media umum sehingga tidak ada salahnya jika aktivis pers kampus juga berkecimpung di komunitas penulis. []
Previous
Next Post »