Mengurai Tradisi Bodho Kupat

Bagi masyarakat Jawa, pasca dirayakan Idul Fitri masih ada hari raya lagi. Idul Fitri merupakan perayaan untuk umat Islam yang menunaikan rukun Islam keempat yakni puasa Ramadan. Sebulan menjalankan ibadah puasa lalu diganjar dengan hari kemenangan. Oleh orang Jawa, dikatakan sebagai hari raya perdana (pertama). Selepas itu masih ada satu hari raya lagi. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah bodho kupat (lebaran ketupat).

Bodho kupat tidak jauh berbeda dengan Idul Fitri karena sama-sama melalui melalui ritual (prosesi) yaitu puasa. Puasa yang dimaksud adalah tatawu’ (puasa sepekan selepas 1 Syawal). Puasa sunah tatawu’ dilaksanakan pada tanggal kedua Syawal karena dalam Fiqh puasa tanggal 1 Syawal hukumnya haram. Sehingga, 1 Syawal merupakan momentum untuk menikmati penganan yang ada dan tanpa berlebih-lebihan.

Dalam sepekan puasa ditunaikan. H-1 lebaran, suasana pasar sontak ramai. Masyarakat berbondong-bondong membeli kebutuhan untuk esok hari ada janur (daun pohon kelapa), sembako, lauk pauk maupun yang lain. Sejak pagi (6 Syawal) hingga pagi (7 Syawal) para keluarga mempersiapkan lebaran kedua, lebih-lebih para kaum hawa. Mereka membuat makanan berupa kupat dan lepet untuk keluarga, sanak saudara maupun untuk bancakan.

Kupat lepet yang sudah matang diberikan untuk tetangga. Kegiatan itu bernama weweh. Weweh berasal dari bahasa Jawa artinya memberi. Kupat lepet di-weweh-kan untuk tetangga, sanak dan saudara beserta dengan kuah dan lauknya. Dari itu muncullah spirit take and give (saling memberi dan menerima) karena keluarga satu dengan yang lain saling memberikan hidangan lebaran.

Puncak daripada bodho kupat adalah 7 Syawal. Pagi hari sebelum masyarakat memulai aktivitas diadakan bancakan (syukuran). Masyarakat membawa kupat-lepet beserta sayur menuju musholla, langgar maupun masjid. Imam maupun nadhir memberikan taushiyah ala kadarnya kemudian tahlilan, mengirimkan doa untuk ahli kubur yang telah mendahului. Lalu, dilanjutkan makan bareng pada sebuah nampan tanpa membedakan anak kecil, remaja maupun orang tua.

Keriuhan bodho kupat bertambah meriah ketika orang tua mengajak anak-anaknya maupun pasangan muda-mudi menuju tempat wisata. Semisal, menuju ke pantai yang ada di Jepara, Demak, Kendal, Semarang dan sekitarnya.

Filosofi Kupat Lepet
Kupat dan lepet merupakan makanan yang terbuat dari beras, ketan dan kelapa. Kupat yaitu beras yang diisikan pada wadah yang terbuat dari anyaman janur, daun kelapa muda. Kemudian makanan itu di tanak. Kenapa mesti dibungkus dengan janur? Karena janur, sejatine nur (cahaya sejati). Secara fisik kupat yang berbentuk segi empat merupakan hati manusia. Hati yang dipenuhi cahaya sejati.

Pada saat kupat dibelah, tengoklah isinya pada saat telah terbuka. Pasti putih bersih bagaikan hati yang tanpa ditumpangi dengan iri hati dan dengki. Kupat artinya ngaku lepat, aku seng lepat. Akulah yang berbuat kesalahan. Jika seseorang mengaku berbuat kesalahan maka harus mendahului dengan memohon maaf.

Sedangkan lepet merupakan makanan yang menyerupai bentuk mayat. Karena makanan dari ketan dan kelapa itu diberi tali tiga melingkar laksana kafan, pembungkus jenazah. Sehingga manusia yang hidup di dunia harus selalu ingat kepada kematian. Karena manusia hidup adalah untuk sementara, ibarat mamper ngombe. Maka, peliharalah selalu hati untuk mengingat mati.

Oleh karena itu, melalui tradisi bodho kupat kita mesti memetik beberapa hikmah. Pertama, dalam mengonsumi makanan tidak perlu berlebih-lebihan. Karena Allah SWT membenci orang yang berlebih-lebihan. Innallaha la yuhibbul musyrifin. Kedua, tetangga, sanak dan saudara perlu merasakan makanan yang kita buat. Jika kita membuat makanan yang enak sisakan sebagian untuk mereka, agar mereka juga bisa merasakan.

Ketiga, sebagai makhluk Tuhan tentu tidak akan lepas dari perbuatan salah dan khilaf. Ketika berbuat kesalahan segeralah minta maaf agar dosa sesama haqqul adami (anak adam) segera terampuni. Terakhir, manusia juga harus mengingat kepada kematian. Karena hidup yang diberikan oleh Allah hanyalah sementara. Begitu! (sm)
Previous
Next Post »