Ironi Distribusi Beasiswa


Oleh Syaiful Mustaqim

Bagi mahasiswa Diploma maupun Strata untuk merampungkan studi bisa ditempuh dengan beamandiri maupun dengan memperoleh beasiswa. Beamandiri, seorang mahasiswa membayar nominal registrasi, praktikum dan semester melalui biaya orangtua. Adapula yang membayar dengan hasil keringatnya sendiri; hasil kerja yang ditempuh sambil kuliah.

Sementara itu, beasiswa sesuai definisi yang termaktub dalam situs Wikipedia adalah pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi keberlangsungan pendidikan yang ditempuh. Beasiswa dapat diberikan oleh lembaga pemerintah, perusahaan ataupun yayasan. Biasanya diberikan dalam semester sekali maupun secara berkala.

Namanya beasiswa maka nominal maupun bentuknya pun berbeda-beda. Tergantung lembaga pemerintah, perusahaan atau yayasan yang bersangkutan memberikan. Ada banyak nama beasiswa semisal Dipa, Djarum, Gudang Garam, Sampoerna, BI, BNI, BCA, Supersemar dan masih banyak lagi.

Dalam praktik wajarnya, pihak birokrasi kampus di tingkat Universitas maupun Fakultas memberikan informasi kepada seluruh mahasiswa. Artinya setiap mahasiswa bebas mengajukan sesuai dengan syarat yang dicantumkan. Beasiswa diberikan bagi mahasiswa yang beprestasi tetapi rata-rata diperuntukkan bagi mereka yang berada dalam ekonomi menengah kebawah.

Kongkalikong
Pada distribusi (pembagian) dan kenyataannya praktik kongkalikong ditemukan disana-sini. Surat pengajuan yang diajukan oleh ratusan maupun ribuan mahasiswa hanya sekadar formalitas belaka. Kongkalikong tersebut diwujudkan melalui kesamaan ideologi. Birokrasi bersama dengan mahasiswa yang memiliki kesamaan ideologi maupun se-rival memberikan beasiswa tersebut meski sebenarnya ada mahasiswa mampu tetapi karena kedekatan beasiswa pun mudah didapatkan.

Diluar itu, mahasiswa yang membutuhkan karena memang tidak seide, se-rival maupun tiada kedekatan dengan birokrasi surat pengajuan yang diajukan menjadi sia-sia adanya. Dulu, saat masih menjadi mahasiswa seorang teman mengeluh kepada saya gara-gara ajuan setiap kali ada pengumuman beasiswa belum pernah ACC (disetujui) meski hanya sekali.

Padahal dirinya memang tergolong cukup berprestasi, dalam perekomian kurang mampu dan memang sangat membutuhkan untuk mengurangi beban biaya perkuliahan. Hingga sarjana teman yang satu angkatan dengan saya belum pernah mendapatkan kucuran beasiswa.

Ironinya, anak seorang dosen yang semestinya tidak lagi mendapatkan uluran beasiswa berulang kali malah mendapatkannya. Selain itu, beasiswa yang lain diberikan kepada para aktivis mahasiswa tanpa melihat layak ataukah tidak? Inilah yang menurut penulis sisi ironi pembagian beasiswa di kampus.

Oleh sebab itu, amanat beasiswa dari lembaga pemerintahan, perusahaan maupun yayasan yang diberikan kepada Perguruan Tinggi semestinya didistribusikan dengan jujur dan transparansi tanpa memandang perbedaan ideologi maupun hubungan personalitas (kedekatan).

Pihak kampus semestinya tidak dengan mudah menerima “bujukan” dari elemen organisasi maupun mahasiswa tertentu. Sehingga mahasiswa yang membutuhkan bisa mendapatkan secara merata dan tidak pilih kasih. Birokrasi Perguruan Tinggi juga perlu men-data-base mahasiswa kurang mampu setidaknya bisa mencari informasi dengan teman yang bersangkutan.

Dengan demikian, beasiswa memang diberikan kepada mahasiswa yang memang membutuhkan. Pembagiannya pun harus didistribusikan kepada mereka, mahasiswa yang memerlukan kucuran bantuan tersebut. Tujuannya agar mahasiswa yang membutuhkan tidak dikhianati hak-haknya dan mendapatkan apa yang memang menjadi bagiannya. (*)
Previous
Next Post »