![]() |
Aku Takut KehilanganMu. |
Judul : Aku Takut KehilanganMu
Penulis : Maman Suherman
Penerbit : Grasindo
Cetakan : Kedua, Februari 2018
Tebal : 176 halaman
ISBN : 978-602-452-873-7
Buku berjudul “Aku Takut KehilanganMu” yang ditulis oleh Maman Suherman ini berisi kenangan masa kecil yang penuh kebahagiaan. Kang Maman begitu pria pelontos dan berkacamata ini tak ingin kehilangan masa kanak-kanak itu.
Di awal prolog yang ditulisnya, sejumlah teman yang pernah sama-sama di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Makassar kerap berucap saat bertemu dengannya. “Kamu kan, Herman yang dulu hitam, kurus kecil, tetapi ukuran kepalanya besar, dan…”
Sebelum pernyataan-pernyataan rampung disampaikan teman-temannya, Kang Maman memotong pembicaraan mereka. “Iya aku Herman yang dulu kecil, hitam, buluk, bau, dan seperti jarang mandi,” jawabnya.
Hal tersebut merupakan salah satu kenang-kenangan Kang Maman semasa kecil. Jika sudah memotong pembicaraan, teman-temannya tidak mau menyelesaikan kalimatnya. Karena mereka tak tega untuk menggambarkan sosok kecilnya secara utuh. Padahal sejujurnya jika kalimat-kalimat itu dilanjutkan dirinya (Kang Maman) tidak akan marah dan tersinggung.
Kang Maman kecil hidup di lingkungan ke kelas bawah. Di belakang rumahnya ada pasar tradisional yang sejumlah pedagangnya buta calistung (membaca, menulis, dan berhitung) tetapi mereka paham dengan nilai uang—berapa yang harus dikembalikan atau berapa yang masih kurang jika ada orang yang berbelanja di warungnya.
Di dalam buku setebal 176 halaman ini Kang Maman juga mencatat kenangan baik dan contoh-contoh kebaikan almarhum bapaknya. Bapak Kang Maman adalah seorang tentara yang memulai kariernya dari Sersan. Sekira tahun 1982 bapaknya wafat dengan pangkat Mayor.
Bapaknya sangat bertanggung jawab dan mencintai ibunya, anak-anaknya, nenek juga mertuanya. Bapaknya tidak tergolong bersumbu pendek, mudah marah dan amuk. Bapaknya penyabar, dan pendidik.
Hari-harinya selepas kerja diisi dengan mengajak anak-anaknya belajar, mengaji, salat, dan bermain bersama.
“Jujurlah menjadi orang yang. Jangan mengambil yang bukan hakmu.” “Jangan lupa sembahyang.” Begitu pesan-pesan bapaknya.
Pada #14 buku ini “Memang Bapak Tak Menyusuimu, Tapi…“ dijelaskan sehari sebelum bapaknya wafat (15/1/1982), Kang Maman yang lahir di Makassar 10 November 1965 dipanggil bapaknya. “Kalau kamu sayang sama Bapak, jangan pernah berhenti mencintai dan menyanyangi ibumu. Jaga ibumu.”
Setelah bapaknya wafat dan di makamkan di kampung halaman di Cimayor, Sumedang, ibunya yang asli Gowa memutuskan untuk tidak kembali ke Makassar tetapi menetap di kampung bapaknya, Sumedang.
Cinta berbalas cinta, sebagaimana ibunya selalu mengingatkan. “Kalau Kamu cinta bapakmu, jangan pernah lupa doakan bapakmu. Sampai kapan pun.”
Anakku/ memang bapak tidak mengandungmu/ tapi darahnya mengalir di darahmu/
darinya kau diwarisi kedermawanan dan kerendahan hati serta namanya/ memang bapak tidak melahirkanmu/ tapi suaranyalah yang pertama mengantarkanmu pada tauhid ketika kau lahir/
Dialah yang senandungkan azan ke telingamu/ saat engkau lahir ke bumi/ memang bapak tidak menyusuimu/ tapi dari keringatnyalah setiap suapan yang menjadi air susumu/
Nak/ bapak memang tak menjagaimu setiap saat/ tapi tahukah kau dalam doanya tak pernah terlupa namamu disebutnya/
Tangisan bapak mungkin tak pernah kau dengar/ karena dia ingin terlihat kuat/ agar kau tak ragu untuk berlindung di lengan dan di dadanya/ ketika merasa tak aman/
Pelukan bapakmu mungkin tak sehangat dan seerat ibu/ tapi karena kecintaannya dia takut tak sanggup melepaskanmu/
Dia ingin kau mandiri/ agar ketika kami tiada/ kau sanggup menghadapi semua sendiri/
Jauh di dalam hatinya/ dia hanya ingin membanggakanmu di mata Rasulullah/ menjadi penolong di padang mahsyar serta menjadi hijab dari api neraka/
Ibu hanya ingin kau tahu nak/ bahwa cinta bapak kepadamu sama besarnya dengan cinta ibu/
Anakku/ jadi di dirinya juga terdapat surga bagimu/ maka hormati dan sayangi bapakmu/
Buku yang ditulis sang notulen Indonesia Lawak Klub – Trans 7 ini terbilang unik. Karena lembar demi lembar buku ini tidak ditemukan halaman. Yang ada hanya #1 Hidup Tapi Mati sampai #51 Kumpulan Kalimat Pendek. Dalam buku yang diterbitkan Grasindo ini setiap bab atau hastag (#) menggunakan ilustrasi, gambar, maupun font warna-warni sehingga terkesan milenial.
Buku ini layak didaras siapa saja. Utamanya bagi penggemar Kang Maman Suherman karena banyak hikmah, teladan, dan inspirasi di dalamnya. Selamat membaca! (Syaiful Mustaqim)
Penulis : Maman Suherman
Penerbit : Grasindo
Cetakan : Kedua, Februari 2018
Tebal : 176 halaman
ISBN : 978-602-452-873-7
Buku berjudul “Aku Takut KehilanganMu” yang ditulis oleh Maman Suherman ini berisi kenangan masa kecil yang penuh kebahagiaan. Kang Maman begitu pria pelontos dan berkacamata ini tak ingin kehilangan masa kanak-kanak itu.
Di awal prolog yang ditulisnya, sejumlah teman yang pernah sama-sama di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Makassar kerap berucap saat bertemu dengannya. “Kamu kan, Herman yang dulu hitam, kurus kecil, tetapi ukuran kepalanya besar, dan…”
Sebelum pernyataan-pernyataan rampung disampaikan teman-temannya, Kang Maman memotong pembicaraan mereka. “Iya aku Herman yang dulu kecil, hitam, buluk, bau, dan seperti jarang mandi,” jawabnya.
Hal tersebut merupakan salah satu kenang-kenangan Kang Maman semasa kecil. Jika sudah memotong pembicaraan, teman-temannya tidak mau menyelesaikan kalimatnya. Karena mereka tak tega untuk menggambarkan sosok kecilnya secara utuh. Padahal sejujurnya jika kalimat-kalimat itu dilanjutkan dirinya (Kang Maman) tidak akan marah dan tersinggung.
Kang Maman kecil hidup di lingkungan ke kelas bawah. Di belakang rumahnya ada pasar tradisional yang sejumlah pedagangnya buta calistung (membaca, menulis, dan berhitung) tetapi mereka paham dengan nilai uang—berapa yang harus dikembalikan atau berapa yang masih kurang jika ada orang yang berbelanja di warungnya.
Di dalam buku setebal 176 halaman ini Kang Maman juga mencatat kenangan baik dan contoh-contoh kebaikan almarhum bapaknya. Bapak Kang Maman adalah seorang tentara yang memulai kariernya dari Sersan. Sekira tahun 1982 bapaknya wafat dengan pangkat Mayor.
Bapaknya sangat bertanggung jawab dan mencintai ibunya, anak-anaknya, nenek juga mertuanya. Bapaknya tidak tergolong bersumbu pendek, mudah marah dan amuk. Bapaknya penyabar, dan pendidik.
Hari-harinya selepas kerja diisi dengan mengajak anak-anaknya belajar, mengaji, salat, dan bermain bersama.
“Jujurlah menjadi orang yang. Jangan mengambil yang bukan hakmu.” “Jangan lupa sembahyang.” Begitu pesan-pesan bapaknya.
Pada #14 buku ini “Memang Bapak Tak Menyusuimu, Tapi…“ dijelaskan sehari sebelum bapaknya wafat (15/1/1982), Kang Maman yang lahir di Makassar 10 November 1965 dipanggil bapaknya. “Kalau kamu sayang sama Bapak, jangan pernah berhenti mencintai dan menyanyangi ibumu. Jaga ibumu.”
Setelah bapaknya wafat dan di makamkan di kampung halaman di Cimayor, Sumedang, ibunya yang asli Gowa memutuskan untuk tidak kembali ke Makassar tetapi menetap di kampung bapaknya, Sumedang.
Cinta berbalas cinta, sebagaimana ibunya selalu mengingatkan. “Kalau Kamu cinta bapakmu, jangan pernah lupa doakan bapakmu. Sampai kapan pun.”
Anakku/ memang bapak tidak mengandungmu/ tapi darahnya mengalir di darahmu/
darinya kau diwarisi kedermawanan dan kerendahan hati serta namanya/ memang bapak tidak melahirkanmu/ tapi suaranyalah yang pertama mengantarkanmu pada tauhid ketika kau lahir/
Dialah yang senandungkan azan ke telingamu/ saat engkau lahir ke bumi/ memang bapak tidak menyusuimu/ tapi dari keringatnyalah setiap suapan yang menjadi air susumu/
Nak/ bapak memang tak menjagaimu setiap saat/ tapi tahukah kau dalam doanya tak pernah terlupa namamu disebutnya/
Tangisan bapak mungkin tak pernah kau dengar/ karena dia ingin terlihat kuat/ agar kau tak ragu untuk berlindung di lengan dan di dadanya/ ketika merasa tak aman/
Pelukan bapakmu mungkin tak sehangat dan seerat ibu/ tapi karena kecintaannya dia takut tak sanggup melepaskanmu/
Dia ingin kau mandiri/ agar ketika kami tiada/ kau sanggup menghadapi semua sendiri/
Jauh di dalam hatinya/ dia hanya ingin membanggakanmu di mata Rasulullah/ menjadi penolong di padang mahsyar serta menjadi hijab dari api neraka/
Ibu hanya ingin kau tahu nak/ bahwa cinta bapak kepadamu sama besarnya dengan cinta ibu/
Anakku/ jadi di dirinya juga terdapat surga bagimu/ maka hormati dan sayangi bapakmu/
Buku yang ditulis sang notulen Indonesia Lawak Klub – Trans 7 ini terbilang unik. Karena lembar demi lembar buku ini tidak ditemukan halaman. Yang ada hanya #1 Hidup Tapi Mati sampai #51 Kumpulan Kalimat Pendek. Dalam buku yang diterbitkan Grasindo ini setiap bab atau hastag (#) menggunakan ilustrasi, gambar, maupun font warna-warni sehingga terkesan milenial.
Buku ini layak didaras siapa saja. Utamanya bagi penggemar Kang Maman Suherman karena banyak hikmah, teladan, dan inspirasi di dalamnya. Selamat membaca! (Syaiful Mustaqim)
ConversionConversion EmoticonEmoticon