Mengurai Sekolah Berbasis Multiple Intelligences

Sekolahnya Manusia karya Munif Chatib.
Judul : Sekolahnya Manusia; Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia
Penulis : Munif Chatib
Penerbit : Kaifa
Terbit : April 2019
Cetakan : pertama, edisi ketiga
Tebal : 178 halaman
ISBN : 978-602-487-003-4
Peresensi : Syaiful Mustaqim

Membangun sekolah pada hakikatnya adalah membangun keunggulan sumber daya manusia. Sayangnya banyak sekolah yang secara sadar atau tidak justru membunuh potensi siswa. Contohnya banyak murid yang mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran dan tidak mampu menerima materi yang diberikan. Dari misal itu murid yang dituduh “bermasalah”. Ternyata setelah diteliti hanya masalah ketidaksesuaian gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa. Padahal apabila gaya belajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan.

Buku yang berjudul Sekolahnya Manusia karya Munif Chatib adalah sekolah yang berbasis multiple intelligences (MI) yakni sekolah yang menghargai berbagai jenis kecerdasan siswa. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, Chusaini Mustas dalam sambutan di buku ini mengatakan alam dan seisinya ini dirumat dan dikelola oleh manusia yang kompetensi dan kecerdasannya sangat beragam. Jika kecerdasan yang beragam tersebut digali secara terus-menerus dengan cara yang tepat akan muncul manusia-manusia yang unggul dalam bidang linguistik, logis matematis, musikal, kinestetik interpersonal, dan intrapersonalnya.

Hernowo, penulis banyak buku dalam kata pengantar mengawali quote dari Jalaluddin Rakhmat “Anak-anak yang kita anggap “istimewa” adalah anak-anak dengan kecerdasan yang tidak diapresiasi budaya kita. Rasyid dan Dani punya kecerdasan visual yang menakjubkan tetapi sekolah-sekolah kita mengabaikannya.”

Dikemukakan Hernowo, banyak model, strategi, dan konsep pembelajaran misalnya Quantum Learning, Accelerated Learning, Contextual Teaching and Learning, dan Multiple Intelligences. Namun di tangan Mas Munif begitu Hernowo menyapa Munif Chatib penulis buku Sekolahnya Manusia sangat piawai dalam membahas metode dan model pembelajaran dengan contoh-contoh yang praktis dan konkret.

Salah satu contoh ketika penulis menjelaskan modalitas yang tercirikan atas tiga saluran atau pipa. Dia menyebutnya ada tiga pipa auditif, visual, dan kinestesis. Modalitas itu bagaikan pipa yang harus kita pilih untuk mengalirkan kelereng (sebagai simbol pengetahuan) kepada seorang murid. Bagaimana memilih pipa yang pas sehingga kelereng itu mudah ditangkap dan diterima oleh murid.

Di dalam buku setebal 178 halaman ini di bagi menjadi lima bab. Pada bab pertama, berisi special moment, saat-saat istimewa yaitu pengalaman dalam proses pembelajaran ketika seorang guru menemukan saat-saat yang berkesan dalam pekerjaannya. Sebuah aktivitas belajar yang mampu mengubah kesulitan pemahaman seorang siswa karena beberapa hal, menjadi mudah dan akhirnya siswa bisa memahami dengan baik materi yang diajarkan.

Sania adalah siswi kelas 2 SD. Ketika memandang senyum di wajahnya kita tidak akan percaya bahwa ia pernah mengalami masalah di awal sekolahnya. Di tahun pertama ia sekolah tidak bisa menulis dan membaca. Akibat kekurangan ini Sania kurang percaya diri dan malu bergaul dengan teman sebayanya.

Untungnya masalah itu mampu dipahami oleh para guru. Meski Sania belum bisa membaca dan menulis ia sebenarnya suka dengan cerita, baik menyampaikan maupun mendengarkan. Keinginan Sania untuk membaca sangat kuat ketika guru mengawali mengajar dengan bercerita tentang betapa ruginya seorang yang tidak bisa baca.

“Betapa bingungnya si Otong ketika menerima surat dari pamannya tentang alamat ayahnya yang belum pernah ditemuinya selama 7 tahun, sebab Otong tidak bisa membaca,” cerita sang guru kepada Sania.

Lewat cerita itu dirinya kemudian termotivasi. Setelah itu Sania tidak pernah menolak diajari membaca dan menulis. Pada guru dengan sabar dan penuh perhatian memberikan pembelajaran dengan multiple intelligences dengan kecerdasan linguistik (bahasa). Sehingga dalam 3 bulan kemampuan baca tulisnya berkembang pesat dan materi-materi pembelajaran dilahap dengan mudah. (hlm. 12)

Pada bab kedua di buku ini dijelaskan tentang teori multiple intellegences yang dikembangkan Howard Gardner. Di bab ini penulis mengungkapkan keberanian Gardner melakukan redefinisi tentang kecerdasan. Kecerdasan tidak dapat dinilai dan dibatasi pada tes-tes formal belaka.

Masyarakat dan sebagian unsur sekolah memang masih menerima keberadaan tes formal dengan berlebihan. Sampai-sampai kesuksesan anak ditentukan dari tes-tes hasil bidang studi yang didapat siswa. Hasil baik, maka esok anak akan sukses. Sebaliknya, esok anak kita akan menderita jika hasil tesnya sekarang kurang baik.

Bab ketiga buku ini menguraikan indikator sekolah unggul. Sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran bukan pada input siswanya. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada kualitas para guru yang bekerja di sekolah tersebut. Apabila kualitas guru di sekolah tersebut baik, mereka akan berperan sebagai agen pengubah siswanya. (hlm. 85)

Sekolah unggul adalah sekolah yang para gurunya mampu menjamin semua siswa akan dibimbing ke arah perubahan yang lebih baik.

Sekolah unggul adalah sekolah yang memanusiakan manusia dalam arti menghargai setiap potensi yang ada pada diri siswa. Sekolah yang membuka pintunya pada semua siswa, bukan dengan menyeleksinya dengan tes-tes formal yang memiliki interval nilai berupa angka-angka untuk menyatakan batasan diterima atau tidak. (hlm. 87)

Adapun bab 4 strategi pembelajaran multiple intelligences. Multiple intelligences bukan bidang studi juga bukan kurikulum. MI adalah strategi pembelajaran yang berisi aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan model dan kreativitas yang beragam.

Bab terakhir kelima, proses akhir pembelajaran yaitu penilaian dan pelaporan. Penilaian yang dipakai dalam melihat kompetensi siswa setelah memenuhi indikator hasil belajar yang sudah ditentukan adalah penilaian autentik. Penilaian ini bersumber dari aktivitas pembelajar yang dapat dinilai dalam ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif.

Buku yang ditulis oleh seorang konsultan pendidikan ini layak dibaca mahasiswa utamanya jurusan tarbiyah/ kependidikan sebagai acuran perkuliahan dan pembelajaran. Buku yang diterbitkan oleh Kaifa ini juga cocok dimiliki oleh guru, dosen, dan praktisi pendidikan untuk referensi mengajar, diskusi, maupun bahan penelitian pendidikan. Buku yang memperoleh kategori Bestseller ini juga patut dibaca oleh orang tua yang hendak menyekolahkan anak-anaknya agar tak salah memilih lembaga untuk buah hatinya. Selamat membaca!    
Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
18 Maret 2020 pukul 12.52 ×

makasih sharingnya

Congrats bro Tira Soekardi you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar