Calon Tumbal

EMPAT bulan berjalan; Ramadhan, Syawal, Dzulqo'dah hingga Dzulhijjah, Kamal menjalani pekerjannya bagian finishing mebel dengan baik-baik saja. Sejak lulus SMA beberapa tahun silam, lelaki paruh baya tersebut bekerja bersama kakaknya di Ibu Kota. Selang beberapa tahun, dia mulai bosan. Dia pulang ke kampung halaman dan bekerjalah di perusahaan mebel tersebut.

Pada awal bulan Muharram, Kamaluddin mulai merasakan hal-hal ganjil. Keganjian tersebut dialaminya melalui mimpi. Bukan mimpi biasa tetapi dia memimpikan hal-hal yang buruk. Mimpi pertamanya dia dikejar-kejar oleh kepala manusia. Dia pun berlari dengan tunggang-langgang. Ternyata Bapaknya, Muthohirin dan kakak perempuannya, Wati juga mengalami mimpi yang serupa.

Dia mengira hal tersebut hanya terjadi sekali dan tidak akan terulang lagi. Dia pun biasa-biasa saja. Namun, secara tiba-tiba kakaknya Joko yang tinggal di Ibu Kota menelponnnya. “Mal, hati-hati ya! Sebab saat ini ada yang mengincarmu.” Begitu kalimat yang dismpaikan kakaknya yang memang tahu-menahu hal-hal spiritual dan ghaib.

Petuah dari kakaknya itu pun dijalankannya meski dia tak begitu paham dengan yang diamanatkan tersebut.

Mimpi buruk yang dialami Kamal kian berlanjut. Dia mimpi berulang-ulang kali dalam keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Pada mimpi yang berikutnya dia dikejar-kejar kabut hijau yang berusaha menggulung tubuhnya. Sedangkan mimpi terakhir kali, dia naik sebuah bus tanpa supir. Bus tersebut berjalan dengan sendirinya. Dan kendaraan itu berjalan menuju ke tempat dia bekerja.

Berbagai mimpi buruk yang dialami Kamal secara berulang-ulang menjadikan keluarganya was-was. Hingga akhirnya pihak keluarga membawanya kepada orang pintar di sebuah daerah. Dia dipertemukan dengan sosok mbah Jalil.

Di daerah tempat beliau singgah, simbah Jalil memang dianggap sakti mandraguna oleh sebagian masyarakat. Banyak pasien yang datang untuk menanyakan hal-hal ghaib. Keluarga dan Kamal mengakui keampuhan beliau. Sebelum keluarga Kamal mengungkapkan maksud kehadirannya, simbah telah lebih dulu berujar. “Astaghfirullahaladhim nak. Kamu akan dimangsa buto ijo.” Kalimat tersebut yang diungkapkan simbah saat kali pertama menatap muka Kamal.

Sesegara beliau menyuruhnya mandi. Mbah Jalil kemudian membuatkan rajah dan dimasukkan kedalam sebuah piring. Simbah mengguyurnya dengan air mawar dan melunturkan tulisan berlogat arab tersebut.

“Nak ini bulan Suro (Muharram), bos tempatmu bekerja butuh beberapa tumbal untuk kelancaran pesugihannya. Kamulah yang diintai makhluk suruhannya,” dawuh simbah kepada Kamal dan keluarga yang menemani.

Dengan nada terbata-bata dan ketakutan bapaknya bertanya,”lalu kami harus bagaimana? Agar anak kami selamat.”

“Gampang. Agar anak kamu selamat. Dia harus pergi menjauh dari kampung halaman,” jawab Simbah. Dalam penjelasannya beliau menungkapkan agar dirinya harus cepat-cepat keluar dari kampungnya untuk sementara. Simbah juga memberikan isyarat agar selama perjalanan menuju tempat yang dituju tidak boleh memejamkan mata barang sekejap. Sebab jika isyarat tersebut diabaikan, nyawanya bakal melayang.

Meski demikian simbah sudah membentenginya dengan rajah yang dilunturkan dengan air mawar. Kemudian air tersebut diminum. Tujuannya agar sosok makhluk suruhan tersebut tidak melihat keberadannya.
***
Pukul 18.00 WIB Kamal memutuskan hijrah ke Ibu Kota untuk sementara waktu. Hal itu dilakukan atas wasiat dari simbah. Seluruh keluarga merasa sangat was-was karena dia harus pergi sendirian. Sebab nyawa anak terakhir Muthohirin, terancam.

Sebelum keberangkatan, pihak keluarga hanya bisa berpesan kepada dirinya agar jangan sampai tertidur. Hal tersebut sangat membahayakan dirinya. Untuk mengatisipasi, keluarganya dalam perjalanan nanti akan selalu mengontaknya lewat telepon genggam agar dia tidak tertidur.

Begitu pula dengan kakaknya yang ada di Ibu Kota selain menolongnya dengan berbagai wirid juga siap menelponnya dalam setiap waktu.

Perjalanan dengan bus malam dimulai. Selama dua belas jam sebelum matahari terbit Kamal tidak diperbolehkan memejamkan mata. Dalam perjalanan dia tidak merasakan sama sekali hal-hal yang ghaib. Tetapi yang ada hanya rasa kantuk, capai, lesu dan terasa berat untuk menggerakkan badan. Itu saja.

Dia hanya mengingat-ingat apa yang menjadi pesan simbah dan keluarganya yakni tidak tidur sebelum sampai Ibu Kota dan bertemu kakaknya.

Setiap seperempat hingga setengah jam secara bergantian Kamal ditelpon. “Mal jangan tidur! Banyak-banyak ingat kepada Allah,” perintah Wati, kakak perempuannya. Dengan nada yang sudah sangat mengantuk dia menjawab bahwa dirinya masih terbangun. Hal tersebut dilakukan berulang-ulang oleh seluruh keluarganya hingga Kamal sampai Ibu Kota.

Malam itu, seluruh keluarga yang ada di rumah maupun kakaknya yang berada di Ibu Kota tiada yang tidur. Sebab hanya ada was-was diselingi dengan doa-doa untuk keselamatan Kamaluddin.

Separo malam telah dia lalui tanpa tidur sedetik pun. Kantuk, capai dan lesu bisa dia lalui. Pukul 06.00 pagi dia sampai di Ibu Kota dan segera menemui kakaknya di rumah.

Saat bertemu kakaknya, dia dibacakan berbagai macam wirid. Selain itu rajah yang bertuliskan logat Arab dilunturkan dengan air mawar. Air itu kemudian diminumnya. Kamal pun selamat dari calon tumbal setelah hijrah sejenak menuju Ibu Kota. Wallahu 'a'lam. (sm)

Jepara, 07 Muharram 1432 H
Previous
Next Post »